Monday, April 11, 2016

WISATA KE AMERIKA



    
Saya dan istri di San Fransisco



Wahington DC



D
alam berbagai kesempatan ke mancanegara baik dalam tugas maupun cuti, saya selalu mengambil kesempatan berlibur ke kota, daerah yang sudah termasyhur/terkenal. Ada semacam kebiasaan yaitu membawa keluarga selama 3-4 hari di suatu kota dan menginap di hotel dengan tarif menengah, US$125 per malam.
Banyak nilai tambah yang diperoleh selama wisata, yang membuka cakrawala baru, terutama tentang hak asasi manusia, ketertiban, disiplin dan hukum, percaya diri, pendidikan dan sebagainya.

D
ampak positif untuk diri sendiri dan lingkungan seperti ketertiban  mengikuti rambu rambu lintas seperti memberi prioritas pada pejalan kaki, walau menyeberang bukan di zebra cross, parkir khusus untuk orang cacat, tidak bertengkar jika terjadi tabrakan, tidak mengasuransikan kendaraan termasuk melanggar hukum dsb.
Kasus ketertiban hukum pernah saya alami, ketika membawa rendang dalam kaleng Khong Guan, dibuang di Airport LA plus bayar denda $50.
Pernah juga peristiwa lain yaitu
  menghitung uang dollar yang  dibawa sesuai atau tidak dengan deklarasi yang saya laporkan. Bagasi yang hilang saya ditemukan kembali dalam hitungan jam.

Sedang kebudayaan lain, yang buat kita masih asing, misalnya adalah  memanfaatkan nomor telepon 911 untuk darurat atau pengaduan. Begitu pula mengembalikan pakaian yang baru dibeli ke toko kalau kita berubah pikiran. Lain lagi sikap anak anak Amerika, dari kecil sudah diajari: “Do not talk to strangers”.

Laporan pandangan mata ini  hanya akan dikisahkan gambaran umum 6 kota besar atau negara bagian, dilengkapi dengan beberapa gambar, mulai dari New York di East Coast, San Fransisco di West Coast, Niagara Fall di utara, Florida di selatan, Las Vegas dan Arizona di bagian tengah. Sedang kota-kota/negara bagian lain tidak diceritakan lagi karena sudah disinggung dalam topik lainnya.

Gedung PBB New York

1.
New York
Magnet New York cukup kuat menarik keinginan saya untuk mengunjunginya, terutama menginjak tiga ikon utama kota ini yaitu Gedung PBB, World Trade Center dan Patung Liberty. Kunjungan selama dua hari, tanggal 3-4 Juni 1995 tentu tidak cukup untuk mengelilingi kota bisnis yang sangat besar ini.
Pagi itu, staf hotel tempat kami menginap sibuk melayani wisatawan yang mengikuti City Tour. Dia tidak perlu bicara,  dengan membentangkan tangan dan balik badan ke kanan, saya bisa mengerti dimana lokasi bus City tour yang akan kami gunakan, parkir sekitar 50 m. Bosan dia mengatakan:Straight, turn right to traffic light, then turn right again.”
Tujuan pertama adalah Gedung PBB milik semua bangsa, masuk melalui halaman depan setelah tangga, kita akan melewati pondasi dengan ukuran 1,5 m x 1,5 m dan di atasnya bertengger dengan angkuhnya sebuah patung Pistol besar. Tetapi ujung pistolnya  tidak lurus seperti biasa, tetapi dililitkan, diikat, sebagai simbol  simbol “No war,make peace”.

Group city tour itu dipandu oleh seorang staf PBB yang menunjukkan bagian bagian gedung, termasuk ruang Sidang Umum, Dibeberapa dinding tergantung foto foto perorangan suku suku bangsa dengan kostum aneka rupa dan warna menyala, dalam ukuran besar-besar dari berbagai Negara berkembang.
Setelah keluar gedung, dari dalam Bus akan nampak ciri khas Gedung PBB yang pipih mirip Hotel Indonesia Jakarta, dengan ratusan bendera anggotanya yang diurut sesuai abjad. Bendera Indonesia berdampingan dengan bendera Israel, Irak dan Jepang. Sedang yang cukup menonjol adalah bendera Malaysia yang mirip bendera A.S.
Setelah itu Bus menuju twin tower World Trade Center (yang dibom terroris) yang dari puncaknya nampak pemandangan menakjubkan, sebagai refleksi negara makmur. Nampak deretan mobil mobil kecil seperti kotak korek api, di sela sela gedung gedung pencakar langit, diantaranya Empire State Building yang jangkung, 1472 kaki tingginya dengan ujung towernya yang runcing.
Kemudian lift meluncur kebawah non stop sampai di  lantai dasar, dengan  nuansa PBB masih terasa kental dengan kehadiran bendera-bendera dari berbagai negara, yang digantungkan di dinding hall lantai dasar, sehingga setiap pengunjung yang masuk pasti mendongak dan mencari di mana bendera negaranya.

Saya berjalan dengan sepatu kets putih, celana shorts biru kembang kembang, kaos merah muda yang berkeringat, menenteng tas belanjaan plastik warna putih dengan huruf merah I Love NY Sambil melihat lihat pertokoan dan membeli satu gantungan dasi kapasitas 20 buah, yang sampai saat ini masih menghiasi lemari pakaian saya.

Dari gedung WTC rombongan dibawa lagi ke dermaga dan naik ferry menuju pulau Ellis, lokasi Patung Liberty, sebagai simbol negara bebas Amerika, “liberty and opportunity”. Dari lepas pantai nampak jelas gedung gedung pencakar langit bukti kemakmuran Negara itu.

Syukur, di usia akhir 40 tahun, saya masih kuat ikut naik tangga - bukan naik lift - ke ketinggian hingga kelampu di tangan patung wanita ini, sebuah lampu berwarna keemasan, yang diikat dalam kerangka besi berdiameter satu meter lebih, sekitar empat meter dari lantai. 

Sepulangnya ke hotel, di sore menjelang malam, kami mencoba jalan jalan di trotoar pertokoan sekitar hotel sampai di depan Rockefeller Center. Tanpa kami perhatikan, tiba tiba dari belakang kami dikejar kejar seorang penjaja perhiasan dengan suara kurang jelas ditimpali suara klakson taksi taksi kuning, tapi kami tidak menanggapinya dan terus berjalan setengah berlari. 

2.San Fransisco
Negara bagian California merupakan salah satu negara bagian terpanjang di pantai barat Amerika, mulai dari San Diego yang berbatasan dengan Meksiko di selatan, kemudian kota Los Angeles, kota Sacramento di tengah sampai San Fransisco di utara.
Di suatu pagi, kami bertujuh mengendarai dua mobil menghabiskan hampir sehari penuh dari LA ke San Fransisco melalui freeway/tol tanpa bayar. Dengan asyik  tanpa bosan bosannya memandangi berbagai merek dan tipe mobil mobil yang berseliweran di sepuluh lajur freeway. Banyak mobil mobil berbodi bongsor, famili MPV dengan disopiri senior citizen, mobil mobil Jepang, Eropah sampai mobil-mobil mungil murah buatan Korea.

Belum lagi memperhatikan ulah dan sikap pengemudi yang biasa menyetir sambil minum di lajur-lajur cepat paling kiri. Banyak juga mobil mobil rumah (Caravan), - yang tidak ada di Indonesia - ditarik oleh Jeep/MPV di akhir pekan, yang diparkir di lapangan parkir khusus, dilengkapi dengan fasilitas listrik dan air.

Sayang, kami tidak berhenti beristirahat dikota Sacramento dan baru mengetahui bahwa Ibukota California bukan Los Angeles atau San Fransisco, tetapi Sacramento.
Kami hanya beristirahat sambil makan burger, french fries di restoran di beberapa rest area yang banyak terdapat di sepanjang freeway. Di suatu rest area, sepasang suami istri tanpa rasa malu memasang kertas di kaca depan belakang mobilnya dengan tulisan “Help Gas”, minta bantuan bensin untuk sedan tua mereka, pulang ke kota asalnya

Setelah menginap semalam, paginya kami mencari Chinese Food di daerah Pecinan, mengingat kota ini dikenal sebagai pusat warga Cina di AS. Sedang asyik makan, restoran mengeluarkan asap, sedang kami belum selesai makan sudah diminta cepat keluar. Keesokan harinya kami makan kesana lagi, sekaligus membayar makanan yang terutang kemarin.

Selanjutnya kami bersiap untuk mengikuti wisata air dengan wisatawan lainnya. Tetapi sebelum naik kapal, kami sempatkan sejenak mengabadikan jembatan panjang yang terkenal itu, Golden Gate, mirip dengan jembatan Balerang di Batam. Salah satu gambar yang menjadi kenangan terindah adalah foto keempat anak saya, waktu itu masih berstatus pelajar mahasiswa.
Kedua gadis berdiri di kiri dan kanan mengapit abang dan adiknya di tengah. Tangan kanan Peggy terentang ke kanan, sedang tangan kiri Vera terentang ke kiri seperti ingin  terbang di trotoar jembatan, rambut tergerai diterbangkan angin.

Tanpa sadar mereka berpose memakai seragam celana jeans yang dipadu padan dengan kaos dengan warna     yang sama yaitu “warna ungu”. Dua diantaranya bertuliskan Washington 50 dan 92, warna kostum Husky, tim basket Washington State, tempat Monang dulu mengikuti kursus bahasa Inggris dikota Olympia

Setelah itu, dilanjutkan naik ke kapal wisata yang kemudian melewati kolong jembatan. Memang sangat mempesona memandang gedung-gedung pencakar langit seperti berjejer dicountur tanah yang berbukit bukit, termasuk satu gedung dengan tower runcing bergaris garis horisontal besi besi kecil putih, yang menjadi ikon kota San Fransisco. 

Jika betul betul diperhatikan, dari kapal nampak jelas jalan jalan yang curam, bergelombang dan berkelok kelok dan disetiap kelokan diperindah dengan tanaman dan taman taman bunga yang menjadi ciri khas kota San Fransisco, yang sering digunakan sebagai background pembuatan film. 

Karena udara musim dingin, kami tidak berani – seperti  warga Barat lainnya – duduk di kursi dek terbuka di anjungan kapal. Kami dengan santai memilih duduk di sofa kapal Old Blue sambil memandang lepas bebas kedua sisi, termasuk mengagumi artistik jembatan panjang Golden Gate yang disangga rangka tiang di tengah sungai, dibantu rantai ukuran besar di kedua sisi, diperkuat dengan ikatan kabel kabel kecil, layaknya senar alat musik Harpa, sepanjang jembatan di kedua sisinya.

Sebelum kembali ke kota, wisata ini masih mengunjungi satu lokasi penjara di pulau kecil yang terisolasi, pulau Alcatraz di teluk San Fransisco. Penjara ini termasyhur dengan pengamanan ekstra ketat, tetapi sekarang tidak dihuni lagi. Bahkan penjara ini pernah menjadi lokasi syuting sebuah film, dimana narapidana berhasil menerobos sistem pengamanannya. 
Walaupun cukup populer, seorang peserta kuis “Who wants to be a millionaire” TV RCTI di Jakarta, tidak bisa menjawab di mana lokasi penjara Alcatraz berada.

Menuju Niagara fall

3.
Niagara Fall
Perjalanan kali ini sedikit berbeda dengan yang lain karena wisata menelusuri rel kereta api dari stasiun central, Union Station Washington DC sampai ke ujung rel paling utara di Niagara Fall, Niagara city, termasuk New York State.

Sepanjang perjalanan kita bisa menyaksikan kota kota kecil, pedesaan, pertanian dan tanah tanah kosong, menambah wawasan dan dapat mengerti mengapa setiap tahun Amerika Serikat melakukan program undian untuk mendatangkan imigran imigran baru dari seluruh dunia, karena lahannya masih luas dan kosong.

Kereta berwarna silver dengan strip biru tua dan merah sepanjang gerbong, memang sangat nyaman dan santai. Ada sofa kulit hitam lebar berhadap hadapan, cukup lapang untuk berempat dengan sebuah meja di tengah.
Rangkaian gerbong belakang adalah gerbong restoran. Seorang pelayan warga Korea dengan rasa ingin tahu bertanya kepada anak saya Pahala, siswa kelas satu High School disana: “kok sering beli burger dan soft drink”, katanya. Pahala sambil mempraktikkan bahasanya menjawab: “For my brother and parents,” jawabnya.

Kami hanya menginap semalam di sini karena esok harinya satu hari penuh, kami mencarter mobil sekaligus dengan pengemudinya yang juga berfungsi menjadi guide keliling kota. Kami mengunjungi kampus universitas di situ dan juga sampai ke rumah si sopir untuk mengambil beberapa plat nomor polisi bekas miliknya untuk dibawa ke Jakarta, yang kala itu sendang in.

Sayang, kami tidak bisa menyeberang jembatan menuju Kanada karena tidak punya visa, yang mungkin tidak akan saya injak lagi.
Pemandangan air terjun itu sungguh menakjubkan, sungainya sangat lebar, mengalir membentuk buih buih putih. Debit airnya besar/lebar, tinggi air terjun jatuh ke bawah, seperti kapas tebal terurai kebawah, menimbulkan butir butir air membentuk embun, sedikit menghalangi pemandangan.
Dan untuk melihat lebih jelas, di pinggir pagar tersedia beberapa teropong berbentuk hati. Dengan beberapa koin, tebing sungai dan bangunan di seberang milik Kanada tampak dengan jelas.

Sengaja kami bangun agak pagi dan setelah sarapan kami menuju ke air terjun, disapa oleh udara sejuk dingin dan masih sepi, hanya kami berempat orang Asia di sana.
Setelah satu hari penuh keliling kota, sore harinya kembali naik kereta api terakhir jurusan Washington DC. Di Ibukota As ini kemudian kami ganti moda angkutan dengan pesawat ke Orlando, Negara bagian Florida, negara bagian paling selatan di AS.

4.   Florida
Perjalanan wisata kali ini kami lanjutkan ke negara bagian paling selatan, Florida dengan naik pesawat dari airport lokal Washington DC, bukan Dulles Airport. Ada dua daerah tujuan wisata tersohor di selatan ini yaitu kota Orlando dan John F. Kennedy Space Center.

Orlando, kota yang khusus dibangun khusus untuk pertunjukan, seni, teknologi dan lain-lain. Setelah kota wisata ini dibangun, di sekitarnya muncul berbagai restoran dan hotel-hotel berbintang, di mana kami menginap.
Di Orlando berdiri bermacam bentuk bangunan yang aneh-aneh, lucu, berbeda dengan bangunan kota, dengan warna-warni mencolok, norak, orange, merah, putih dan lain lain.

Komplek pertama yang dimasuki adalah bangunan Toon Town dengan background bukit hijau buatan. Di puncak bukit tertulis TOON TOWN mirip huruf HOLLYWOOD. Di gate tertulis dengan huruf berseni  Welcome to Mickey Toon Town”.
Di depan bangunan Mickey Mouse, wisatawan lalu lalang sangat ramai, mayoritasnya adalah warga Amerika dengan pakaian casual, short, sepatu kets, top tank dan tidak sedikit yang bertubuh gendut, oversize. Banyak juga yang mendorong kereta bayi anak atau menggendong anak anak, yang tentu sangat senang menonton langsung atraksi Mickey Mouse, seperti kami.
Penonton yang sudah selesai menonton, sebagain naik kereta api mini melewati rel yang ditanam di halaman depan Mickey.

Di lokasi ini kami memasuki komplek Disney MGM Studios, dimana ditunjukkan trik pembuatan film seperti kapal kapal yang diamuk gelombang, yang sebenarnya hanya kapal kapalan di kolam kecil di dengan meniupkan angin atau mencurahkan air hujan buatan.

Bahkan disegmen lain, anak saya, Peggy  ikut menjadi figuran pemain film sungguhan, film berdurasi sangat pendek, setelah ditraining beberapa menit. Sebelumnya saya diminta menandatangani formulir pernyataan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu, persis seperti mau operasi di rumah sakit.
Setelah selesai shooting, kemudian kami menonton Peggy akting bersama pemain comotan lainnya dan  setelah the end, nama-nama pemain, termasuk nama Peggy Situmeang muncul dilayar.

Jam 10.45 kami duduk di Imax Theatre  menonton film tiga dimensi. Sebenarnya kita duduk diam saja, tetapi selama menonton, kita seperti ikut bergerak masuk lubang, lorong yang panjang seperti tenggorokan raksasa, turun naik, belok kiri, belok kanan, jantung berdebar kencang.

Selesai melihat berbagai jenis pertunjukan, kami cari makanan Asia. Karena tidak ada dan perut mulai keroncongan, dipilihlah burger dingin porsi besar. Aduh, sudah mahal, tidak enak lagi dan tidak habis, lalu dibuang ketempat sampah.

Agenda dilanjutkan jam 12.55 keluar Orlando, ke John F.Kenneddy Space Center, dengan membayar tiket $24 untuk empat orang. Ada dua macam tontonan. Pertama, roket rebah horisontal, roket asli, yang sudah dilepas menjadi 4 potongan besar.
Potongan pertama, bulatan terbesar, bagian bawah roket, dengan huruf besar USA – di ujungnya dengan lima lubang asap keluar. Potongan kedua, lebih pendek dan lebih kecil dari potongan pertama.

Demikian pula bagian ketiga dan potongan terakhir paling kecil sampai runcing. Roket roket ini bebas disaksikan dari jarak sangat dekat, tapi tidak dapat disentuh karena dibatasi pagar.

Tontonan kedua adalah enam roket yang tegak vertical berdiri kokoh dalam proses penyelesaian. Dua diantaranya sudah diberi tulisan United States. Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berfoto ria dengan background roket dan replika patung astronot dengan ukuran sebenarnya, termasuk berpose didepan ruang kerja bertuliskan huruf besar NASA.

Dalam perjalanan pulang ke hotel di Orlando, di sore hari itu, kami dibawa juga mampir di peternakan buaya, masuk dalam paket wisata ini. Saya sendiri merasa jijik, tidak suka melihat buaya, komodo, ular dan sejenisnya dan saya tidak ikut turun dari bus.

5.Las Vegas
Pada kesempatan lain, kami mengunjungi tempat judi dan pertandingan boxing terkenal. Dari apartemen kami di Colton, luar kota LA, kami bertujuh mengendarai dua mobil, saya, istri, empat anak dan temannya menuju ke arah timur, yaitu ke Las Vegas. Kota ini merupakan oasis di tengah gurun pasir Nevada, betul-betul menjadi tempat yang tak terlewatkan, mengingat jaraknya relatif dekat dari LA.

Di suatu pintu masuk entrance tertulis  huruf besar bertema SLOT A FUN mengajak pengunjung untuk menarik handle jackpot dan bergembira, have fun. Suatu undangan palsu bagi penjudi yang sebagian besar tidak happy karena kalah.
Ruangan dipenuhi dengan cahaya lampu, dengan jelas kelihatan banyak ibu rumah tangga dan warga senior yang duduk tekun main jackpot. Di kejauhan kadang kedengaran bunyi dentingan koin-koin yang berhamburan “Binggo”, ada yang menang jackpot.

Kedatangan kami tentu tidak bermaksud mau main judi, hanya melihat lihat. Namun kami mencoba main jackpot beramai ramai, berdiri bersama di depan jackpot, memasukkan koin koin $1. Koin koin akan keluar jatuh berdering nyaring ke penampungan  jika di monitor – meteran – keluar tiga angka atau tiga simbol/gambar yang sama. Sayang kami tidak pernah binggo, tetapi kami rela koin kami ditelan mesin beberapa dollar, just for fun.

Setelah main jackpot, acara dilanjutkan dengan pertunjukan circus di dalam bangunan yang sama. Penontonnya berjubel dan kami berdiri berbaur dengan pengunjung lain, banyak juga warga Latino dan muka muka Asia.

Pada saat melangkah hendak meninggalkan casino, anak anak berpose ria di samping dua sedan limousine, yang cakep banget dan belum ada di Jakarta. Satu warna hitam dan satu lagi model antik dua warna coklat muda dan krem. Berpose sambil menenteng tas belanjaan seolah olah habis menang judi,  meninggalkan Las Vegas.

Dari mobil nampak bangunan bangunan casino, semua bermandikan cahaya, menggoda mengundang selera untuk masuk, seperti bangunan  Dunes Oasis yang dihiasi dua lampu warna utama, merah dan hijau. Warna merah mengcover seluruh gedung, sedang warna hijau khusus untuk bagian daun-daun empat pohon kelapa yang ditanam di dua sisi seperti gate masuk.

Sedang Casino Pioneers Club didominasi lampu lampu merah, disamping sedikit warna putih untuk huruf CASINO, di atas pintu masuk. Sedang warna biru khusus untuk Celana jeans yang dipakai oleh satu gambar cowboy besar di atas bangunan. Sayang, kami tidak sempat mampir di casino dan Hotel Flamingo dengan logo angsa putih, yang terkenal sejak tahun 1940-an.

6.Arizona
Menjelang Natal, tepatnya tanggal 24 November 1994, saya sekeluarga lengkap bersama John Situmeang, istri dan anaknya Robin libur bersama ke negara bagian tetangga, Arizona. Di sini terkenal dengan pemandangan alam khas, tebing-tebing curam terjal, lembah ngarai dalam dari tanah cadas berbatu dengan bentuk-bentuk aneh alami.

Jauh di lembah, mengalir sungai berair keruh. Pemandangan ini dikenal dengan Grand Canyon National Park yang dapat dicapai dengan mobil atau kereta api lokomotif tua dari kota Williams atau naik kuda betina. Sampai di sungai, siapa yang suka bisa mengarunginya dengan perahu.

Dalam perjalanan menuju Grand Canyon, kami melewati kota-kota kecil, rumah-rumah yang jarang dan perkampungan resettlement warga Indian, yang merupakan program pemerintah.
Walau di kota-kota kecil di Arizona, pasti ada mal atau supermarket tempat di mana saya membeli souvenir kecil, sebuah potongan kayu 14 x 14 cm. Di atasnya ditancapkan tiga ranting kecil setinggi 18 cm dan di puncak tiga ranting ini diikat satu batu hitam kecil.

Di papan tersebut tertulis tujuh Indian wisdom yang berkaitan dengan batu dan cuaca:
1.    If rock is wet…………………………it’s raining
2.    If rock is white…………………….. .it’s snowing
3.    If rock is moving back and forth …it’s windy
4.    If rock is hard to see………………. it’s foggy
5.    If rock is casting a shadow……….. it’s sunny
6.    If rock is cold…………………………it’s cold out
7.    If rock is warm……………………… it’s warm out

Sebelum makan siang, kedua keluarga mengambil foto kenangan dengan latar belakang salju putih yang sudah turun di penghujung November 1994. Setelah itu kami bersiap untuk kembali ke arah Barat sampai menjelang malam Kami mencapai gate perbatasan  dengan tulisan diatasnya “Welcome to California”.

Sampai di California, kami kembali ke apartemen di Colton, sedang John Situmeang menuju rumah sendiri di San Bernardino Avenue No.1794E Lomalinda yang menjadi alamat KTP/ID saya sebagai penduduk AS sejak tahun 1994, sebelum diganti tahun 2008 dengan ID No.E2513667, 560 Jocelyn Drive, La Habra city, CA 90631.





No comments: