Saturday, July 20, 2013

STRATEGY DI DUNIA PERBANKAN




P
emimpin  Cabang Bank sebenarnya tidak berbeda dengan   mengelola perusahaan lain, khususnya yang bergerak di bidang jasa, di mana yang menjadi prioritas pertama sampai ketiga adalah servis ……., servis dan servis.
Sehubungan dengan servis ini, di dunia perbankan ada semacam ukuran keberhasilan sebagai bench mark yaitu apabila bank BUMN bisa memberikan service yang sama bagusnya dengan bank swasta, berarti bank tersebut masuk kategori istimewa dan apabila pelayanannya  justru lebih baik, itu pantas disebut “excellence”.


Serah terima Pimpinan Cab BRI Kudus

Dalam kasus Cabang BRI Kudus yang saya pimpin selama tiga tahun lebih, rekan-rekan Kepala Cabang Bank swasta di Kudus yaitu Bank BCA, Bank Niaga dan Bank Rama dengan tulus mengakui bahwa pelayanan BRI memang lebih  dari mereka terutama  kecepatan pelayanan di counter, kecepatan penyelesaian inkaso ke Cabang lain, dan keberanian pemberian kredit yang lebih besar dengan bunga lebih murah.

Ternyata tingkat pelayanan itu tidak tergantung kepada kepemilikan Bank (swasta atau BUMN), tetapi faktor yang paling dominan adalah  leadership, kepemimpinan pribadi Pimpinan Cabang  yang bersangkutan, mengingat mereka telah dididik, dibekali, dipersiapkan dan dipilih oleh Direksinya.

Penghargaan
Jika flash back ketika menjadi Kepala Cabang pertama tahun 1982 di Atambua kota paling timur di Pulau Timor, NTT, Gubernur Ben Mboy menunjuk Kabupaten Belu melaksanakan program pertanian yang diberi nama Lorosae. Di musim tanam 1982/1983, kabupaten yang berbatasan dengan Timor Timur itu diberi komando sebagai daerah produsen jagung untuk digunakan sebagai bibit di seluruh kabupaten di NTT pada musim tanam berikutnya. 

 
Gubernur Mben boy dan Dr Nafsiah boy panen di Atambua

Untuk itu, BRI Atambua berfungsi sebagai lembaga keuangan yang menyediakan modal kerja bagi petani jagung. Luar biasa, hanya dalam satu musim tanam, kredit tersebut “lunas” berkat solidnya kerjasama Tim antara Pemda Kabupaten Belu, BRI Atambua, Dinas Pertanian dan PT. Pertani, sebagai pembeli, yang kemudian oleh PT. Pertani didistribusikan ke semua kabupaten di NTT.

Atas keberhasilan tersebut pimpinan saya, Bapak Martono, Kepala Kanwil BRI Kupang mengusulkan ke Kantor Pusat BRI agar saya diberi “ Surat Penghargaan”, walau tidak menjadi kenyataan, saya sendiri tidak kecewa, karena penghargaan itu bukan tujuan, akan tetapi merupakan indikasi potensi diri sendiri dan menjadi modal untuk maju ke depan.

Cabang Untung
BRI Cabang Atambua termasuk salah satu dalam Cabang Inpres (Instruksi Presiden) diseluruh Tanah Air yang mendapat subsidi biaya dari Pemerintah untuk membuka Kantor Cabang di daerah-daerah terpencil, yang secara bisnis tidak feasible untuk menunjang pembangunan daerah. 

Kantor cabang Atambua (lama)
 
 
Kantor cabang Atambua (baru)

Di Pulau Timor saja ada tiga Cabang Inpres yang terletak di bagian timur kota Kupang, yaitu Cabang SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang dipimpin oleh Pak Untung, tetangganya, Cabang Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara yang dipimpin Pak Ktut dan Cabang Atambua di Kabupaten Belu, yang saya pimpin.

Karena statusnya sebagai Cabang Inpres, adalah konsekwensi logis apabila  Cabang Atambua yang diserah terimakan pada tanggal 23 Januari 1981 dari Sdr.   Muhamad  Tahir   Selo, dalam posisi merugi sebesar  Rp 15,5 juta. Namun hanya dalam jangka satu tahun status ini dibalik menjadi status untung sebesar Rp.4,9 juta, dengan menerapkan strategi baru dan tahun berikutnya  meningkat menjadi  Rp 44,3 juta yaitu dengan merubah komposisi pinjaman.

Pada saat diserahkan ketangan saya, perbandingan pinjaman  kredit program berbunga rendah dengan kredit non program berbunga tinggi adalah 82% : 18%, tetapi dan pada tahun kedua, komposisi ini saya rubah menjadi  59% : 41%. Dengan expansi kredit yang konsentrasi ke pinjaman berbunga tinggi (tanpa subsidi) pendapatan bunga langsung melecit, dapat menutup semua biaya operasional dan bahkan mencetak laba.

Walaupun proporsi kredit program (yang disubsidi Pemerintah) berbunga rendah diperkecil, saya masih sempat memberi kredit kredit BIMAS dan kredit Investasi, dua unit truk Mitsubishi kepada dua nasabah dikota Maliana, Kabupaten Bobonaro, Timor Timur, daerah tetangga di timur Kabupaten Belu. 


                                   Peresmian BRI unit Maliana, Timtim oleh Bp Martono

Di pintu-pintu truk sengaja saya cat logo BRI dalam ukuran besar, agar tamu-tamu Luar Negeri yang datang ke Maliana bisa mengetahui bantuan pemerintah Indonesia ke Timor Timur melalui kredit BRI.

Pemberian kredit program ke Propinsi Timor Timur ini diyakini nantinya tidak akan lancar, tetapi risiko tersebut sudah diperhitungkan dan tunggakan kreditnya  akan ditanggung bersama oleh Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan P.T.Askrindo penjamin kredit Investasi tersebut, asalkan dokumen administrasinya tertib dan lengkap, yang menjadi tugas saya.


Performance BRI Atambua
 Ruang pimpinan Cabang Atambua (baru)

Pada saat jamuan makan malam sehabis rapat kerja dengan Bapak Hartono, Direktur BRI, di Restoran Hotel Flobamor Kupang, saya dan Ny. Sembiring (drg) dipanggil duduk satu meja bersama dengan Bapak Hartono dan Bapak Martono, Pimpinan Kanwil BRI Kupang.

Rupanya Bapak Direktur terkesan dengan presentasi saya di siang hari itu tentang performance Cabang BRI Atambua. Pada Rapat kerja dengan semua Kepala Cabang se-NTT dan Kepala-kepala Bagian Kanwil BRI, tanpa diduga saya dan Bapak Munari, Kepala Cabang Waikabubak, Pulau Sumba, diminta naik ke panggung mempresentasikan performance cabang masing-masing di dua whiteboard yang berbeda.

Grafik Bapak Munari menggambarkan garis-garis yang menurun atau merugi. Sebaliknya, gambar saya menunjukkan garis-garis menanjak sebagai indikasi cabang yang untung, walau outstanding loan (junlah kredit) baru Rp 2,5 miliar.

Di tengah-tengah sesi tanya-jawab, Pak Hartono setengah bergurau mengatakan: “Direksi tidak salah mempromosikan Saudara pindah ke Cabang Kudus”, yang tahun itu dengan total pinjamannya sebesar Rp 19 miliar dan menambahkan “Jika performance Saudara tidak bagus, Surat Keputusan Direksi bisa diralat”, katanya dengan disambut tepuk tangan peserta RAKER.

Pembangunan Kantor 



Kantor dan rumah baru BRI Cab Atambua

Setelah menempati dua rumah dinas kontrakan yang kurang representatif di Atambua, akhirnya saya berhasil membeli tanah dan membangun kantor, berdampingan dengan rumah dinas baru, yang merupakan hasil karya yang akan dikenang oleh karyawan Atambua.

Tidak hanya itu, sebelum pindah ke Kudus tahun 1984, sempat saya membantu karyawan mendirikan Koperasi Karyawan. Koperasi ini kemudian saya beri kredit untuk membeli tanah untuk komplek perumahan dan dijual kepada karyawan BRI. Diharap cicilan kredit bisa lancar karena dipotong dari gaji.

Kredit Sapi
Pernah terjadi kasus kredit sapi oleh Kepala BRI Unit Betun. Dan kasus ini sampai ke DPRD Kabupaten Belu. Oleh sebab itu, puluhan sapi-sapi kurus tersebut saya beli kembali dari petani dan uangnya dipakai untuk melunasi kredit para petani. Satu dan lain hal menjaga citra, nama baik BRI.

Untuk kasus ini saya ditolong oleh Kepala Dinas Peternakan, Drh. Siahaan, tetangga sebelah rumah di Atambua yang sudah kami anggap sebagai saudara. Pak Siahaan ini  kemudian yang mencari petani untuk memeliharanya untuk beberapa lama.

Dengan kasus ini, saya pernah menjadi juragan sapi karena terpaksa dan akhirnya dijual kembali karena si petani juga curang, suka mendorong sapinya ke jurang untuk dipotong.

Performance BRI Kudus
 
Saya dan BPk Hartono, Bupati Kudus

Kota Kudus adalah kota kabupaten, bukan kotamadya, jadi relatif kecil. Namun demikian, kota ini sarat dengan industri dan dijejali oleh 8 bank, 4 bank BUMN dan 4 bank swasta. Dan memang begitulah prinsip keuangan, di mana ada gula di situ ada semut, di mana bisnis berkembang, lembaga keuangan pasti mengikutinya. Dampaknya, persaingan bank sangat ketat dan saling rebut-rebutan nasabah. Nasabah menjadi manja, persis kata pepatah: customers are really kings.

Oleh sebab itu, jangan heran di tahun 1984 servis yang kami berikan betul-betul excellence. Coba simak contoh berikut ini:
-          Di ruang tamu dengan percaya diri saya tempel  sign: “Pelayanan lebih dari 5 menit lapor Pimpinan”. Di bawahnya dipasang jam bulat. Suatu sikap yang sangat berani.
-          Setoran nasabah setiap hari dijemput oleh mobil dinas BRI dengan jadwal tetap atau melayani telepon nasabah untuk menjemput setoran.
-          Penyelesaian inkaso dari Cabang BRI lain relatif cepat karena saya memonitor secara ketat. Apabila sampai seminggu belum menerima hasil inkaso, saya langsung menelepon Kepala Cabang di kota lain. Salah satu Kepala Cabang BRI Banjarmasin, I Gde Sukarna, dengan kaget berkata: “Saya tidak tahu kalau staf saya menahan inkaso, menunggu nasabahnya setor dulu,”jawabnya. Nada yang sama diungkapkan Operation Officer BRI Cabang Rembang, Jawa Tengah: “Pak Situmeang itu mau jadi apa, sampai ikut menangani inkaso,” jawabnya kepada staf BRI Kudus yang menanyakan penyelesaian inkaso yang relatif lambat.
-          Distributor dan mobil-mobil pemasaran dari luar kota yang memasarkan barangnya di kota Kudus dengan senang hati bersedia menerima cek dan bilyet giro BRI Kudus, karena transfer inkasonya cepat, secepat bank swasta.
-          Nasabah BRI Kudus saya bantu untuk membuka rekening giro di BRI Cabang Tanjung Mas, Semarang, otomatis mendapat buku cek dan bilyet giro Cabang Tanjung Mas. Mereka bisa memilih cara pembayaran memakai cek, bilyet giro Cabang Kudus atau Cabang Tanjung Mas, Semarang.

 
Nasabah Prima
 
Berbicara mengenai Kudus, tidak mungkin kalau tidak bersinggungan dengan rokok, pabrik kertas dan percetakan PURA dan …. Jenang. Denyut nadi kehidupan termasuk dunia bisnis terkait secara langsung/tidak langsung dengan bisnis tersebut di atas.

Oleh sebab itu, dengan segala upaya saya mendekati  Pabrik Rokok (PR) Djarum dan berhasil. Hanya saja mereka meminta kredit investasi untuk impor mesin dengan valuta asing, France Swiss. Sayang sekali, Kantor Pusat BRI tidak bisa menyediakan VALAS ini. Dengan rasa kecewa saya menyatakan itu di dalam Rapat Kerja Kepala-kepala Cabang BRI se-Jawa Tengah dengan Bapak Dirut, Kamardy Arief, dengan halus saya berkata: “Saya gelo BRI tidak mampu melayani PR Djarum”, setelah sebelumnya bertanya kepada teman yang duduk di sebelah saya: “Apa kata halus kecewa dalam bahasa Jawa?”. Rupanya pertanyaan saya didengar oleh Bapak Dirut melalui mike dan Bapak Kamardy nyeletuk: “Apa bahasa Batak kecewa”, katanya, yang disambut tawa seluruh peserta rapat.

Di samping pabrik rokok, yang terkait erat dengan rokok adalah cukai tembakau yang relatif sangat besar dan dananya disimpan dalam rekening Kantor Bea dan Cukai Kudus di Bank Dagang Negara Kudus.
Instansi gemuk ini pun berhasil saya bujuk untuk menempatkan dana cukai itu di Rekening Giro BRI. Kesepakatan dicapai, di mana BRI diminta memasang komputer di Kantor Bea dan Cukai yang online dengan komputer di BRI, sehingga secara real time diketahui saldo Rekening Giro oleh pejabat Bea dan Cukai.

Untuk merespon permintaan itu, Staf IT Kantor Pusat “segera” turun, datang ke Kudus. Sekali lagi saya merasa gelo, permintaan Bea dan Cukai ini belum dapat dipenuhi, mengingat di tahun 1984 teknologi real time online relatif masih sulit.

Di samping pabrik rokok, industri yang relatif besar di Jawa Tengah adalah pabrik kertas PT. Pura Barutama dan mampu memproduksi uang kertas untuk salah satu negara di Afrika. Pabrik dengan mesin-mesin Jerman, yang sudah berdiri sejak zaman Belanda dan diwariskan kepada Jacobus Busono ini sudah puluhan tahun menjadi nasabah setia BRI Kudus dan tidak pernah tergoda untuk berpaling ke bank lain.

Oleh karena itu, untuk menjaga hubungan baik, secara pribadi saya dan istri cukup akrab dengan pemilik usaha ini, termasuk dengan inner circle, beberapa staf utamanya.

Saya dan istri sering berkumpul bersama, kadang kala dijemput ikut kebaktian Businessman Fellowship di Semarang. Bahkan pernah ikut rombongan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Kudus, pimpinan Bapak Lukas, memberikan pengobatan cuma-cuma di Sampetan, Boyolali, yang menderita akibat angin puyuh yang merobohkan banyak bangunan di desa itu.

Last but not least
adalah jenang, sejenis dodol Garut, yang menjadi oleh-oleh khas bagi setiap tamu-tamu yang datang ke Kudus, yang hingga saat ini masih eksis bertahan dan laris.

BRI Kudus merupakan rangking ketiga dari segi keuntungan dari seluruh cabang se-Kanwil BRI Semarang, yaitu setelah Cabang Pati dan Tegal. Cabang Kudus mencapai prestasi tersebut karena didukung oleh kredit di sekitar industri dan perdagangan.

 
Nasabah BRI Kudus di Kab Pati

Sedang Cabang Pati didukung kredit TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) untuk mensuplai pabrik-pabrik gula yang ada di Kabupaten Pati. Bapak Agus, Kepala Cabang BRI Pati merasa kehilangan, waktu saya dipromosikan ke Surabaya, dalam sambutannya di antara Kepala-kepala Cabang BRI se-Karesidenan Pati dengan menyatakan: “Pak Situmeang itu merupakan teman dan saingan saya dalam arti positif” dengan senyumnya yang khas, karena saya berhasil menggaet pabrik kacang terkenal Dwi Kelinci, yang lokasi pabriknya masuk wilayah Kabupaten Pati.

Sedang empat Cabang BRI lain yaitu Cepu, Blora, Rembang dan Jepara merupakan cabang dengan konsentrasi kredit di sektor pertanian. Hanya cabang Jepara memiliki karakteristik khusus yaitu pemberian kredit untuk industri mebel ukir yang terkenal kualitasnya. Seperti mebel di rumah saya yang dibeli tahun 1985, masih bertahan sampai saat ini.

Akhirnya, cabang dengan peringkat ketiga di Jawa Tengah ini saya serah terimakan kepada senior saya Bapak Djumeri. Benar saja, setelah dibesarkan di Kudus, karir Bapak Djumeri bersinar sampai menduduki kursi Direksi Bank Industri, anak perusahaan BRI. Bapak Djumeri, teman olahraga saya di Cempaka Putih Jakarta, berpulang akhir tahun 2006.

Cabang Terakhir
 
Bank BRI Cab Pahlawan, Surabaya
 
Di suatu pagi, sebelum kantor buka, telepon rumah berdering. Di ujung telepon, suara yang tidak asing di telinga saya dengan mantap berkata: “Selamat Pak Situmeang, Saudara dipromosikan ke Cabang Pasar Turi, Surabaya”, katanya.

Sebelum Bapak Martono, Kepala Kanwil BRI Semarang menutup teleponnya, dia menambahkan: “Jangan lupa nanti kalau menjadi direktur”, kata atasan saya itu.

Telepon itu sangat mengejutkan, tidak pernah terbayang akan memegang cabang besar secepat itu. Bahkan jalur menuju ke kursi Direktur? Itu tidak ada dalam angan-angan, karena hubungan dengan Kantor Pusat pun jarang, apalagi upaya ke arah itu atau office politic dan golf, saya tidak pernah ikut. 

Prestasi saya yang menonjol di dua Kantor Cabang hanyalah keberhasilan mengelola Kantor Cabang Atambua berasset Rp 2,5 miliar dan Cabang Kudus Rp 19 miliar. Itulah sebabnya, nasabah BRI heran, kok saya bisa masuk Surabaya berasset Rp 391 miliar. Karena mereka belum pernah dengar nama saya sebagai calon kuat.

Belum sempat bernapas, tiba-tiba sebuah pabrik kertas besar di Surabaya pindah dari Bank Asing Jakarta menjadi nasabah Cabang Pasar Turi dengan pinjaman Rp 96 miliar di tahun 1987. Dengan tambahan portofolio sebesar itu, cabang ini menjadi cabang terbesar kedua setelah Kantor Cabang Khusus (KCK) BRI Jakarta.

Pekerjaan cukup repot-sibuk, di mana saya masih mencoba menata ulang semua aspek, termasuk  memerangi “mafia percaloan” kredit. Di kalangan BRI di kota Surabaya, terasa sekali ada beberapa grup pengusaha yang ikut mengatur, terutama menyangkut pinjaman.

Belum lagi transaksi Letter of Credit (L/C) cukup padat dan memerlukan kehati-hatian, satu dan lain hal saya berasal dari cabang non-devisa yang belum berpengalaman melayani transaksi ekspor-impor.

Dalam suatu kunjungan ke pabrik di Jember, terasa sekali bahwa pabrik itu disulap semalam sebelum saya tiba, untuk mempengaruhi permohonan kreditnya. Dengan tegas, nasabah yang sangat dekat dengan seorang direktur itu mengatakan: “Jika Bapak tidak bisa mengabulkan kredit saya, Bapak bisa saya pindah”. Dengan santai saya jawab: “Lebih baik pindah sekarang daripada pindah kemudian dengan kredit bermasalah”.

Pengalaman lain adalah penawaran ikut saham dalam perusahaan yang akan mengajukan kredit. Usaha ini mereka lakukan dengan menelepon istri saya yang belum pindah ke Surabaya, masih di kota Kudus. Dengan tegas saya meminta istri saya menolak namanya dan nama anak saya menjadi pemegang saham.

Rupanya usaha saya memerangi mafia itu terbentur tembok. Saya belum siap masuk ke cabang besar dan network di Kantor Pusat juga tidak punya, maka serangan mafia itu dan pengaruhnya sangat tangguh.

Untuk tidak mengganggu bisnis mereka, hanya dalam hitungan bulan saya pindah ke Kantor Pusat pada tahun 1987. Berakhirlah jabatan saya di operasional di Kantor Cabang. Mulailah menjadi Kepala Bagian dan Wakil Kepala Urusan/Divisi, Eselon II, di Kantor Pusat dengan segala suka-dukanya.

No comments: