Sunday, July 21, 2013

MENGELOLA 1000 KOMPUTER DI PEDESAAN





P
emanfaatan teknologi informasi dalam setiap usaha merupakan salah satu kunci memenangkan persaingan sekaligus membentengi pesaing untuk masuk, tidak terkecuali bisnis BRI Unit di kecamatan/pedesaan. Sebenarnya lingkungan kecamatan tidak ideal bagi penggunaan IT mengingat lingkungan yang berdebu, panas dan listrik yang tidak stabil. Tetapi dalam kondisi demikianlah, BRI mencoba mengadopsi IT masuk ke pedesaan. Dan itu bukan tugas yang mudah.


SDM vs IT
Analisa statistik beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa banyak bisnis BRI Unit di kecamatan telah berkembang cukup pesat. Jumlah nasabah melebihi 2.000 orang dan transaksi rata-rata di atas 125 per hari.
Makanya tidak heran, pegawai harus lembur dengan segala konsekuensi/dampak yang mengikutinya. Untuk mengatasi masalah ini ada dua alternatif solusi yang bisa dipilih, yaitu penambahan pegawai atau penggunaan IT.
Atas rekomendasi dari Konsultan Harvard University, yang telah lama menjadi konsultan di BRI, dipilihlah opsi kedua, pemanfaatan IT. Sedang dana investasi untuk pengadaan software dan hardware dapat menggunakan dana USAID. Alternatif ini dinilai lebih efisien, dengan pertimbangan jika menambah SDM, maka yang akan naik tidak hanya biaya pegawai, tetapi juga biaya kesejahteraan, bahkan sampai pensiun.
Uji-Coba

Konsultan boleh memberi rekomendasi, tetapi pegawai lokallah sebagai pelaksana. Saya sebagai mantan Kepala Cabang dengan background keuangan ditunjuk sebagai Pimpinan Proyek. Saya memang suka tantangan dan ide-ide baru. Maka dimulailah proyek uji-coba secara bertahap. Tahap uji-coba relatif lama sebelum implementasi penuh. Walau Direksi tidak menetapkan target waktu, tetapi saya ingin menunjukkan prestasi.

Sebelum uji-coba komputerisasi di BRI Unit dimulai, saya dan Divisi SDM merekrut beberapa teknisi yang akan ditempatkan di workshop, yang dipimpin oleh Sdr. Saleh Widjaya dan wakilnya Chandra.
Seluruh aspek teknis dari proyek ini sebelum dilaunch, sebelum diusulkan ke Direksi, selalu saya minta dipresentasikan dulu di Divisi/Bagian di ruang rapat Gedung BRI I Lantai 10. Pada kesempatan presentasi tersebut saya memberi arahan dan juga mendapatkan pengertian teknis dalam bahasa umum.

Di lantai 10 Gedung BRI I, Jakarta

Dari hasil presentasi ini, saya ajukan Nota Dinas dari Divisi ke Direktur Bp. Sugianto. Dan selama 4 tahun di Divisi BRI Unit, tidak satupun usulan/Nota Dinas yang saya buat ditolak.

Untuk melakukan testing berbagai perangkat keras (yang baru maupun yang lama di workshop  saya beli kelengkapan perangkat tes canggih yang relatif mahal. Alat tersebut dapat mendeteksi secara presisi parts mana yang rusak dan perlu diperbaiki atau diganti.

Uji-coba pertama dipilihlah BRI Unit Cibinong, Cabang Bogor yang relatif sibuk dan tidak terlalu jauh dari pemantauan Kantor Pusat. Dengan segala permasalahan dan kesulitan yang dihadapi, maka unit uji-coba ini ditambah dan diperluas menjadi 3, 25 sampai 125 BRI Unit melibatkan beberapa Kantor Cabang dan Kantor Wilayah.

Berbagai merek perangkat keras komputer, printer, UPS (Uninterruptible Power Suppy) diuji-coba di tiga BRI Unit selama berbulan-bulan dan di workshop sendiri, yang sengaja saya dirikan di Cut Mutiah, Jakarta Pusat.

Hasil tes dilaporkan secara tertulis lengkap dengan data-data teknis yang diperbandingkan antar beberapa merek. Sebagai akibatnya, banyak vendors/suppliers yang berebutan untuk mendapatkan kesempatan uji coba. Dengan demikian, akan menambah network saya di lingkungan IT, antara lain
PT Multipolar, PT Berca, PT Philips, PT Humpuss, PT Aneka Spring, NCR, El Nusa, dll.

Ada satu temuan besar yang sangat bermanfaat dari berbagai merek UPS, sebuah UPS merek AECO buatan pabrik Surabaya, bisa bertahan 8 jam setelah listrik padam dan tegangan yang naik-turun.
Untuk mengetahui bonafiditas pabrik, sengaja kami mengunjungi pabrik UPS tersebut di Surabaya. UPS yang banyak di pasaran hanya sebagai back up power
± 15 menit untuk kesempatan saving.

Bersamaan dengan itu, diuji-coba pula perangkat lunak, yang dibangun dari scratch oleh bagian yang saya pimpin di Lantai 10, Gedung BRI I Sudirman. Group programmer ini dipimpin oleh Sdr. Herman, bertugas mengembangkan program sekaligus memonitor, trouble shooting via telepon permasalahan di lapangan. Untuk permasalahan yang rumit, group implementor langsung terjun ke lapangan, yaitu Sdr. Maman dan Sdr. Pipin. Belakangan, groupnya Herman diperkuat lagi oleh dua konsultan IT dari Amerika.

Bagaimana rumitnya membangun software dari awal, saya selalu berkomunikasi dengan programmer Sdr. Herman dan Mr. Warren Niles. Yang selalu saya minta adalah agar aspek security diperhatikan agar orang yang tidak berhak tidak bisa masuk program – yang diberi nama STU, Sistem Teller Unit Desa – dan menyalahgunakannya.

Perkembangan kemajuan pembangunan software ini secara rutin dilaporkan oleh Mr. W. Niles ke Kepala Divisi dan saya, Pimpinan Proyek. Suatu kesempatan, Direksi bertanya istilah-istilah teknis program antara lain: apa artinya debugged, source code dan lain-lain.

Rumitnya pengembangan program ini hampir sama dengan rumitnya sifat-sifat para programmer, pendiam, lebih banyak duduk di depan komputer dan tidak akan istirahat jika sedang sibuk terikat mengutak-atik program.
Uji-coba, monitoring, trouble shooting, penyediaan hardware, organizing proyek merupakan kunci sukses proyek ini. Makanya dalam lima tahun jumlah Kantor BRI Unit yang dikomputerkan mencapai 1.360 unit.

Dampaknya langsung nampak pada efisiensi dan keuntungan perusahaan. Tahun 2005, jumlah BRI Unit tumbuh 3 kali menjadi 4.046 unit. Tidak terbayangkan bagaimana melayani rata-rata 3.497 nasabah per unit tanpa komputer.
Bank Percontohan
 
                                             World Bank, Washington DC

Dengan bangga Direktur Utama BRI sejak zaman Bapak Kamardy Arief dan Bapak Djoko Santoso selalu membanggakan performance BRI Unit dengan kredit kecilnya baik secara politis di DPR sampai di forum Bank Dunia di Washington DC.  
Atas penilaian Bank Dunia, ditunjuklah BRI Unit sebagai bank percontohan bagi negara berkembang, di samping Grameen Bank Bangladesh pimpinan Moh. Yusuf, yang tahun lalu mendapat hadiah Nobel.

Demikian pula Konsultan Harvard, dengan kepala tegak dan bangga atas rekomendasinya menggunakan IT. Mereka menunjukkan data-data statistik biaya pegawai 5 tahun terakhir turun dari 8,66% tahun 1988 menjadi 3,85% di tahun 1992.

Pada tahun 2006, saya mampir di BRI Unit Undaan, Jekulo, Kudus, Jawa Tengah. Kepala BRI tersebut belum merasa puas menghasilkan kontribusi keuntungan Rp 500 juta setahun padahal lokasinya di pedesaan, berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
 

Radio dan Modem


Sementara uji-coba berlangsung, secara paralel saya uji-coba juga pemakaian radio Philips dari PT. Daeng Brothers yang mendapat back-up penuh dari Dirut dan General Managernya, Bp. Irwan Syarkawi dan Bp. Leonard Handoko.

Penggunaan radio dan modem di BRI Unit dilakukan mengingat banyak kota kecamatan tahun 1990-an belum terjangkau fasilitas telepon. Untuk maksud tersebut, di bukit-bukit di Pulau Jawa ada beberapa tower yang kami bangun.

Bahkan dalam Pemilu 1989, radio ini dimanfaatkan oleh Pemda untuk mempercepat perhitungan suara. Sayang atau untung? Tidak lama kemudian fasilitas telepon merambah hingga ke wilayah kecamatan dan proyek radio ini tidak dikembangkan lagi. 
Manajemen Proyek
Cerita komputerisasi sejak uji-coba sampai implementasi penuh, kedengarannya mudah dan mulus. Sebenarnya tidak juga. Tetapi dengan solidnya manajemen di Kantor Pusat menjadi syarat mutlak keberhasilan proyek ini. Proyek ini mendapatkan back-up penuh mulai Bapak Sugianto, Direktur, Bapak Trisulo, Kepala Urusan/Divisi, Bapak Bambang Santosa, Wakaur Logistik dan beberapa orang Konsultan IT.

Untuk memperlancar pengembangan proyek di Kantor Pusat diorganisirlah grup fungsi sebagai berikut: saya sebagai Pimpinan Proyek (Kabag) dibantu seorang Wakabag dan 2-3 orang Konsultan IT. Pelaksana dibagi menjadi 3 grup. Grup pertama programmer, kedua workshop termasuk teknisi dan grup ketiga implementor atau trouble shooters.

Khusus pengadaan perangkat keras dana USAID, Direksi sengaja mengikutsertakan saya dan Ibu Rulianti sebagai panitia tender yang dipimpin langsung oleh Kepala Urusan Logistik, Bapak Muh. Rusli. Namun pelaksana lelang saya yang meng-handle. Sedangkan Divisi Logistik hanya berfungsi dalam pengadaan dan distribusi hardware saja.

Sama halnya dengan di Kantor Pusat, di Kanwil-Kanwil BRI juga dibentuk grup teknisi dengan workshop dan grup implementor/trouble shooter. Diperkuat lagi dengan penyediaan hardware cadangan untuk mengganti kerusakan. Belakangan disediakan kendaraan khusus untuk proyek ini, Jeep Katana.

Di samping itu, untuk menjaga pelayanan yang baik kepada nasabah, di tiap workshop Kanwil, disediakan cadangan PC, printer dan UPS dengan rasio 5 : 1. Jika terjadi kerusakan hardware, untuk sementara teknisi mengganti dengan cadangan sambil menunggu perbaikan oleh teknisi sendiri.

Pertanggungjawaban proyek ini sepenuhnya ada di pundak Bp. Trisulo (Alm.), Kepala Divisi Bisnis BRI Unit dan selanjutnya ke Direktur Bidang, Bp. Sugianto (Alm.), bukan ke Divisi/Direktur Bidang IT. Divisi/Direktur IT mengelola komputerisasi di Kantor-Kantor Cabang.
Konsultan Asing
Lima tahun memimpin proyek komputerisasi bekerjasama dengan konsultan asing secara terus-menerus, bukanlah waktu yang singkat. Pada kesempatan tersebut, terbuka kesempatan, akses, bertukar pengalaman dan meningkatkan rasa percaya diri.

Untuk memecahkan masalah saya dan konsultan kadang kala mendiskusikannya sambil makan siang di Hilton, Le Meridian, Sahid dan Amex bank di sepanjang Jl. Jend. Sudirman, Jakarta. 

Sejalan dengan itu, terbuka pula kesempatan mengikuti pameran dan seminar, studi banding ke Hongkong, Manila, Bangkok dan Washington DC.


Di samping itu, proses permohonan dana luar negeri dari USAID sampai pembuatan dokumen tender internasional menambah wawasan dan pembelajaran yang tidak sedikit.

Pada proses tender ini saya sempat dipanggil khusus oleh Direktur Bidang IT, Bp. Winarto Sumarto, mantan Direktur Bank BNI dengan bertanya: “Apa yang Saudara katakan kepada pihak PT. Humpuss?”, katanya dengan sikap kurang berkenan, karena grup Cendana ini kecewa tidak berhasil menang tender.

Dengan jelas saya jawab: “Pak, ini tender internasional dan pemenangnya ditentukan oleh dokumen penawaran.” Akhirnya Direksi mengalah dengan membeli tambahan ratusan unit komputer kepada PT. Humpuss tetapi menggunakan anggaran lain, bukan dana USAID.

Jika sekarang saya mampir ke Kantor BRI Unit di kota-kota kecil di Indonesia, saya merasa bangga dan bahagia. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya Kantor BRI Unit tanpa komputer dan AC

No comments: