Saturday, August 3, 2013

SEHAT ITU MURAH






J
enis-jenis penyakit hipertensi, diabetes melitus, kolesterol, asam urat, penyempitan pembuluh darah adalah indikator penyakit dari mereka yang kurang gerak, kurang olahraga, pola makan dan pola hidup yang tidak terkendali. Mempertahankan balancing antara makan dan olahraga secara teoritis mudah mengatakannya, tetapi sulit mencapainya, terutama godaan makanan.   

Banyak dari para executive mencari excuse berdalih ketiadaan waktu, seperti yang saya alami, masuk kerja relatif pagi dan sering pulang lewat maghrib, diantaranya disuguhi makan siang yang mengandung lemak tinggi, ditambah  beberapa cangkir kopi setelah makan, selagi rapat dan menjamu tamu, lengkap dengan snacknya. Tidak ayal lagi, para eksekutif senior menjadi langganan setia dokter, rumah sakit atau laboratorium dengan biaya yang tidak sedikit.

Sebenarnya para dokter tidak bisa disalahkan, karena hampir pasti mereka menyarankan pasiennya untuk berolahraga atau pergi menemui ahli gizi untuk mengatur menu yang seimbang dan cukup kalori. Tetapi biasanya saran dokter itu tidak bertahan lama, baru ingat kalau sedang sakit dan lupa kalau sudah sembuh.
 Kegiatan olahraga saya secara berkala sampai tahun 2008 sudah mencapai tahun ke-12 terus-menerus tanpa putus dan hasilnya memang luar biasa. Ketika saya mampir di BRI Kudus tahun 2006, setelah 19 tahun tidak ke sana, dua orang pegawai, Widiyanto dan Mufid  dengan heran berkata: “Bapak kok tidak berubah dibanding 20 tahun yang lalu,” didengar oleh karyawan/ti lain di ruang tamu di lantai dua.

Kata-kata pujian ini merupakan hadiah paling berharga bagi saya, lebih bernilai dibandingkan dengan tiket pesawat Semarang-Jakarta dan beberapa boks Jenang Kudus oleh-oleh yang disediakan oleh Pimpinan BRI Kudus.

Keheranan yang sama juga terbetik dari Ucok, cucu kakak saya di rumahnya, di Binong-Tangerang, setelah lama tidak bertemu dia berkata: “Ompung kok tetap seperti dulu,” katanya di depan orang tuanya Pasaribu dan Sinta Simbolon.


@ La Habra city, Orange county, California Selatan

Pada awalnya, jalan pagi secara teratur dimulai  tahun 1995 berdua dengan istri tercinta karena tidak perlu siap-siap lagi berangkat ke kantor dan sejujurnya tidak hanya berguna bagi kesegaran fisik, tapi juga sungguh bermanfaat bagi keharmonisan rumah tangga. Lihatlah pasangan jalan pagi, wajah mereka ceria penuh senyum.

Michael Graigh Miller, Harvard Medical School menyatakan bahwa efek olahraga terhadap otak akan memperbaiki suasana hati, mengurangi kecemasan, memperbaiki tidur, meningkatkan daya tahan terhadap stress dan meningkatkan harga diri.

Itu juga yang kami alami, ketika dalam perjalanan pulang, kadang mampir makan mie ayam diwarung, membeli kue basah, roti tawar dan roti kelapa kesukaan saya untuk dibawa pulang ke rumah. Jalan pagi di udara segar di Kompleks Kelapa Gading sangat menyenangkan, melewati North Jakarta International School (NJIS), masih tanah kosong FASUM (Fasilitas Umum) yang sekarang menjadi Sport Mall, belok didepan Kompleks Kintamani di bagian timur masih lapangan kosong dan dimanfaatkan sebagai tempat olahraga jalan pagi dan klub sepeda. Sekarang sudah penuh rumah-rumah lux.


Menuju kolam renang @Tirtamas, Kayu putih, Jakarta Timur

Dari rumah kami di Janur Elok XIII keluar di samping NJIS, menyeberang melewati kompleks rumah mewah, Kintamani dengan gapura Bali-nya, dan berbelok keluar di Jl. Boulevard Timur, di depan Dunkin Donut dan kembali lagi. Sayang, kaki istri saya tidak kuat menopang badannya, dan dia mengeluh capek dan akhirnya dia berhenti.

  
   Danau Toba

Bosan juga jalan pagi sendiri walau kadang bertemu dengan teman teman lain, termasuk Bapak Efendy, pemilik rumah hoek persis depan NJIS dan masih banyak lagi. Kemudian jalan pagi ini diselingi dengan olahraga sepeda dengan mountain bike dan sepeda balap,  bergabung dengan puluhan anggota klub sepeda Kelapa Gading yang masih muda muda, dengan berbagai merek sepeda impor yang berharga puluhan juta rupiah. Sedang beberapa peserta senior seperti saya memilih sepeda gunung dengan ban-ban biasa memakai angin, sedang sepeda balap dengan ban tipis tanpa angin.

 

Batu lobang, Sibolga

Motivasi olahraga kemudian lebih bergairah lagi setelah saya membeli sepeda impor berbahan alumunium ringan berwarna merah, walau frekuensinya tetap terukur, sesuai teori, setiap dua hari sekali. Menurut buku panduan, dampak olahraga akan terasa selama 48 jam dengan durasi sekitar satu jam. Artinya,  olahraga tidak perlu setiap hari, karena bisa kontra-produktif, bahkan sampai jatuh sakit.


Hari minggu di Jl. Sudirman

Tidak hanya berkeliling disekitar Kelapa Gading, bahkan ada dua event yang cukup berat, yang tidak sanggup saya lakukan tanpa rombongan. Pertama,. rombongan klub sepeda Kelapa Gading berangkat ke bukit Sentul, Bogor, dengan membuka roda roda dan dimasukkan ke jip Escudo dan Kijang. Dari parkiran arena balap mobil Sentul, rombongan yang umumnya masih berusia produktif
± 40 tahun ini melewati jalan kampung sebelum mendaki jalan berbukit sampai ada slop kemiringan 30 derajat lebih. Saya dan Bapak Budi, badan kekar-besar mengayuh pedal dengan gigi paling rendah, pelan tapi mantap, dengan full energi  menggenjot di atas aspal panas dan terik matahari sambil berpegangan erat pada stang depan, dengan basah kuyup keringat melewati gardu PLN dan beringsut kayak siput hampir mencapai puncak Bukit Sentul.

                    @Depan Kantor Gubernur SUMBAR, Padang

Pak Budi dengan napas tersengal-sengal sambil menuangkan air minum dikepala berkomentar: “Bapak bisa naik, padahal baru pertama kali,” katanya sambil bersiap-siap turun gunung dan menambahkan: “Pak Pandu sudah sering ikut, tetapi belum pernah berhasil sampai bukit ini,” katanya sambil minum dari botol yang tersedia di segitiga badan sepeda untuk mengurangi suhu badan.

 
                       Group Kespel Gereja, pertandingan poco poco

Turun gunung juga tidak kalah menakutkan, jika salah mengerem bisa terlempar berguling guling, minimum lecet, walau pakai helm. Akhirnya rombongan sampai di parkiran mobil dan semua selamat, sambil menunggu saya bersama seorang siswa SMP Rawamangun karena tertinggal paling  belakang, tidak seperkasa orang dewasa lainnya.


                                                Depan istana Bogor

Cerita kedua, keliling Jakarta  Gading, rombongan betul-betul ngebut di jalanan yang lengang di Minggu pagi yang cerah menuju Monas, tepatnya di sekitar bundaran air mancur Bank Indonesia. Sekitar pukul 06.30 WIB, kami melaju dengan kencang ke selatan memasuki jalur cepat Jl. Thamrin-Sudirman, yang ditutup untuk kendaraan bermotor setiap hari Minggu.


@Ancol, Jakarta Utara

Dengan napas terengah, lutut digenjot menanjak ditanjakan Dukuh Atas, depan Bank BNI terus melewati Jembatan Semanggi dan terakhir berbelok U Turn di Patung Senayan dan biasa saya dan remaja SMP tercecer paling buntut.

Sepeda-sepeda gunung bercampur–baur dengan sepeda-sepeda balap dengan ban-ban tipisnya melaju semakin kencang menelusuri jalan menurun hingga mencapai Bundaran Hotel Indonesia.


@Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta

Kita tidak berhenti lagi di Monas seperti grup lainnya, tetapi langsung ke Kota melalui Jl. Gajah Mada, menjelang Lindeteves, saya terjatuh karena sepatu balap terikat di pedal kanan, kemudian berbelok masuk jalan kecil untuk istirahat sarapan pagi di restoran mie ayam di belakang Lindeteves. Seperti biasa, habis makan tiap orang menyodorkan uang kepada salah seorang peserta untuk membayar urunan. Klub pengusaha orang berduit ini tetap solid, tidak egois dan tidak ada yang berlagak orang kaya.


Riau, Pekanbaru

Dari Kota, rombongan mulai berpencar pulang lewat Danau Sunter  melalui Cempaka Putih dengan  jarak yang ditempuh tidak kurang dari 58 km, di usia indah  menggenjot pedal dalam speed yang tinggi pula. Suatu kenangan yang cukup indah dan layak untuk jadi cerita.


Tarutung, Sumatera Utara

Olahraga sepeda memang cocok untuk warga yang cukup umur karena tingkat keausan anggota badan lebih rendah dibanding lari dan jogging. Dampak positif olahraga tidak diragukan lagi, seperti pepatah “mensana in corpore sano,” dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Dalam suatu rapat Majelis di Kwitang, Bapak Sujono mengusulkan: “Tugasnya berikan kepada yang lebih muda saja!” katanya sambil menunjuk saya. Dengan, terbahak-bahak saya menjawab: “Memangnya umur Pak Jono berapa?” tanya saya. Ternyata penampilan saya lebih energik walau usia lebih tua daripada Pak Sujono.

Komentar senada pernah juga terlontar oleh   Pnt Daniel Christanto dengan komentar : “Pak Situmeang itu masih energik ya,” katanya dan dijawab oleh Pnt Demak, seorang anggota Majelis lainnya: “Sampai sekarang dia masih olahraga sepeda,” katanya.

Sebenarnya olahraga sepeda resikonya cukup tinggi, jika tidak berhati-hati. Di samping wajib memakai helm, yang sering dianggap sepele, juga memilih lokasi yang jauh dari keramaian lalu lintas karena namanya saja “sepeda gunung”, bukan sepeda kota.
Karena pernah kejadian di suatu Jumat, libur kejepit, di remang pagi itu, saya melewati jalan raya Perintis Kemerdekaan menuju Pulau Gadung, Jakarta Timur persis  berputar di depan pom bensin sekitar ASMI,  tanpa saya perhatikan tiba-tiba sebuah sepeda motor melaju kencang menyenggol ban belakang, sehingga saya kehilangan keseimbangan dan terpelanting, kepala terbentur aspal dan darah bercucuran, karena hari itu tidak memakai helm, hanya topi biasa.

Tanpa rasa tanggung jawab, si penabrak kabur, beruntung, tiba-tiba saja malaikat, warga Madura, pedagang besi tua di sekitar tempat itu berlari lari sambil membawa obat merah Bethadine. Dengan ucapan terima kasih saya kembalikan botolnya, sambil bangun berdiri, sayang saya lupa menanyakan namanya. Kiranya Tuhan akan membalas kebaikannya.

Dengan penuh sadar saya berdiri menuntun  sepeda yang tidak rusak sama sekali dengan maksud mau menitipnya di pompa bensin. Malaikat kedua datang lagi, pegawai pompa yang sedang tidak bertugas, tanpa diminta menawarkan jasanya mengantar saya ke RS Ongkomulyo, Pulomas dengan sepeda motornya. Dia dengan sabar menunggui kepala saya dijahit di UGD sampai anak cucu saya, Peggy-Antonia datang menjemput dengan memberikan tips seadanya sebagai ucapan terima kasih.

Tidak hanya olah raga sepeda yang saya ikuti. Dalam kesempatan lain perjalanan keliling Kelapa Gading, Pacuan Kuda Pulomas, Cempaka Putih, Monas dan Ancol, saya mencoba bergabung dengan olahraga senam yang ditemui di sana. Kegiatan olahraga pagi di Pacuan Kuda dan Monas sangat ramai yang diramaikan oleh warga golongan menegah-bawah yang menyadari  arti pentingnya olahraga.

Sedang di belakang Mal Kelapa Gading dan Pantai Bende, Ancol, diikuti oleh warga golongan menengah-atas karena untuk ticket masuk saja dipungut biaya Rp 10.000,- per orang ditambah Rp 10.000,- untuk parkir, belum lagi dengan konsumsi.

Olahraga Klub Jantung Sehat (KJS) ini relatif murah, hanya Rp 20.000 s/d Rp 25.000 per bulan, tiga kali seminggu, terutama untuk membayar instruktur yang di Cempaka Putih dipandu oleh pelatih Pak Kuadi dan istrinya Atik, gerakannya cukup keras dan diakhir senam, kaos kita pasti basah keringat.

Demikianlah tiga jenis kegiatan olahraga yang berlangsung kontinyu dan reguler, namun demikian bukan jaminan sama sekali dijauhi oleh penyakit. Olahraga teratur dan terukur itu harus diimbangi pula dengan pola makan yang sehat. Justru di sinilah masalahnya dimana saya termasuk orang yang tidak taat asas dalam berpantang makanan.

Makanya tidak heran, sejak Februari 2006 kaki kiri saya mulai timbul rasa nyeri, naik tangga di rumah mesti pelan dan pegangan railing, naik/turun mobil saja sakit, bahkan berjalan mulai terseret. Ibu Mulani, istri Pdt. Agus Mulyono bertanya: “Kakinya kenapa, Pak?” katanya karena jelas nampak  langkah kaki mulai terseret, walau saya berusaha menyembunyikan.

Setelah berkonsultasi dengan anak sulung saya, dokter umum, dia merekomendasikan menemui dokter Andito Wibisono lulusan Jerman, dokter tulang di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Setelah  rontgen dua kali, fisioterapi beberapa hari, obat-obatan sampai MRI dengan biaya Rp 1,7 juta. Karena faktor biaya, akhirnya saya minta diopname sehari semalam agar bisa klaim ke Asuransi AIU, karena kami adalah member dengan premi
± Rp 3,5 juta per tahun untuk berdua, suami-istri.

Tidak sabar dengan lambannya recovery kesembuhan pengobatan rumah sakit saya mencoba pengobatan alternatif yang terdapat dalam buku “30 Pengobatan Alternatif” terbitan majalah Senior, yaitu pengobatan urut saraf dan urat kejepit di Klinik Prorevital Cempaka Putih oleh Bapak Harjanto dan Klinik Sinshe Lee, lulusan Universitas Kedokteran Beijing, di Jl. Pintu Air II, Pecenongan, dengan metode chiropatic dan ramuan siap minum. Dokter muda ini memasang tarif relatif mahal, Rp 350.000,- untuk sekali datang, termasuk ramuan 4 hari dan diminta datang berkali-kali sampai betul-betul recovery. 

Renang di Duri, Riau

 Di samping itu, secara berkala saya tetap  berobat juga ke Sinshe langganan keluarga yang sudah puluhan tahun, dr. Edy di Jembatan Lima dengan mengeluarkan darah kental dari kaki kiri untuk memperlancar peredaran darah dilanjutkan dengan tusuk jarum. Karena sudah kenal cukup lama tarifpun tarif pertemanan, hanya menarik jasa Rp 50.000,- sekali datang.

Dari semua jenis pengobatan rumah sakit dan pengobatan alternatif, saya tidak tahu mana yang menyembuhkan, apakah salah satu atau gabungan semuanya.  Entahlah. Yang pasti adalah, Tuhan yang menolong sedang pihak medis hanyalah perantaranya.

Dari dokter internis, dr. Iskandar dan spesialis tulang RS Mitra Keluarga Kelapa Gading menyarankan agar saya mengurangi olahraga high impact seperti senam dan sepeda serta menyarankan olahraga renang. Saya pikir apa salahnya mengikuti advis dokter, mengingat biaya kesehatan yang mahal akhir-akhir ini. Akhirnya mulai Juni 2006, saya renang di Tirta Mas, Kayu Putih, Jakarta Timur, 2-3 kali seminggu, dengan tarif Rp 9.000,- pada hari biasa dan Rp 11.500,- di weekend. Ada perubahan warna kulit saya, belakangan menjadi hitam.

Sebenarnya saya tidak begitu suka dengan olahraga keempat ini, karena tidak mengeluarkan keringat seperti senam dan naik sepeda. Tetapi sebagai selingan dari rumah ke kolam renang saya tetap naik sepeda. Bahkan, 1-2 kali seminggu pulang-pergi ke Rawamangun
± 10 km selalu naik sepeda.

                                               Renang di Tirta Mas, Jakarta Timur
Semula mencoba berenang menyeberangi lebar swimming pool 12 meter sangat berat dan capek, karena belum tahu teorinya. Ya sudah, belajar meniru rekan-rekan senior yang mampu bolak-balik tanpa henti 50 meter panjangnya kolam renang. Mereka betul-betul orang tua perkasa dan sudah bertahun-tahun berenang di Tirta Mas seperti Pak Sembiring Meliala, mantan Kepala Kanwil BRI Jayapura, Pak Hendra, aktivis GKI Kayu Putih, Anugerah Pekerti, PhD aktivis dari World Vision, Pak Hutauruk dari Pertamina dan masih banyak lagi para senior tangguh.

Pak Hendra menyarankan: “Posisi kakinya harus lurus Pak, pada waktu tangan mengayun,” katanya sambil meyakinkan: “Nanti Bapak akan ketemu sendiri slah-nya!” katanya.

Dalam 6 bulan, saya mampu berenang mencapai 14 kali track @ 50meter dengan berhenti sejenak tiap-tiap satu track. Maksimal kemampuan baru pulang-pergi 2 x 50 meter panjang swimming pool tanpa berhenti. Prestasi ini masih jauh di bawah senior lainnya.

Dalam tahun 2007, saya targetkan kemampuan renang bisa mencapai 20 track atau 10 kali bolak-balik @ 50 m. Ini berarti mengarungi perairan sepajang 1 km. Luar biasa…! Dan sejak renang, kaki yang terseret-seret, mulai normal kembali.

Pengalaman kesembuhan ini saya tularkan juga kepada teman lainnya, Pak Sunanto,  yang mengeluh atas kakinya seperti yang saya alami. Walau istrinya, dokter gigi, meminta supaya dioperasi seperti saran dokter lainnya, dia bergeming dan mengikuti saran saya: tidak operasi, pergi ke Sinshe dan juga naik sepeda dan renang.

Dengan variasi atau gabungan sepeda dan renang akan didapatkan manfaat ganda seperti disarankan dalam “Buku Segar Dengan Sepeda” bahwa jika dibandingkan pengaruh latihan aerobatik antara sepeda, renang dan lari, ternyata  bersepeda 7 km dalam waktu 20 menit sebanding dengan lari 2 km atau renang 600 yard.

Sebagai tambahan, perlu dicatat di sini hasil penelitian mengenai hubungan antara olahraga teratur dengan kemampuan otak dengan kesimpulan sebagai berikut :
1.     Charles Hilman, Laboratorium Ilmu Syaraf dan Kinesiologi, Universitas Illinois, AS meneliti 259 siswa dengan kesimpulan: “yang memiliki tubuh paling bugar memiliki otak paling bugar pula”.
2.     Olahraga teratur membuat sel-sel syaraf tua membentuk jejaring (web) rapat dan saling terhubung sehingga otak berjalan lebih cepat dan lebih efisien.
3.     Aktivitas fisik bisa menghalangi munculnya penyakit alzheimer dan gangguan kognitif lainnya.
4.     Aerobik membantu jantung memompa lebih banyak darah ke otak dan ke bagian tubuh lainnya sehingga lebih banyak darah dan oksigen dialirkan ke otak.
5.     Micahel Craigh dari Harvard Medical School menyatakan efek olahraga terhadap otak yaitu endorfin tinggi yang membuat kita merasa nyaman selama olahraga dan setelah olahraga.

Dengan olahraga teratur dan terukur diimbangi dengan pola makan sehat dan pola hidup yang teratur, tidak disangsikan lagi akan diperoleh kesehatan jasmani. Tetapi jangan lupa memelihara kesegaran rohani juga agar terdapat keseimbangan.





No comments: