Thursday, April 21, 2016

STRATEGY MEMIMPIN BANK




 Gedung BRI I & II, Jakarta
 
P
 ada saat serah terima Kepala Kantor Cabang, saya selalu menganalisa data, Neraca dan Rugi/Labanya terlebih dahulu. Dari hasil analisa tersebut, biasanya saya selalu merubah Strategy baru untuk meningkatkan performa. Karena performa ini yang kemudian akan dipakai oleh Direksi untuk bahan promosi selanjutnya.

Di Cabang pertama, Atambua yang merupakan Cabang Rugi, saya menetapkan staregi baru dengan memperbesar komposisi Kredit berbunga tinggi lebih besar dibandingkan kredit berbunga rendah. Hanya dalam tahun kedua, Cabang rugi tersebut berubah menjadi Cabang Untung. Kantor pusat melihat data tersebut. Oleh sebab itu saya dipromosikan ke kota industry Kudus.

Di Cabang Kudus strategynya lain lagi. Ekspansi kredit difokuskan kepada Nasabah nasabah lama yang selama ini pembayarannya lancar. Volume kreditnya saya tingkatkan karena mereka adalah Nasabah yang setia, dipercaya akan membayar pokok dan bunga tepat pada waktunya.
Dalam tahun ketiga, Cabang Kudus menjadi Cabang Nomor 3 paling untung diseluruh Cabang di Jawa Tengah setelah Cabang Semarang dan Pati. Dari performa Cabang Kudus, saya kemudian dipromosikan ke Cabang besar di Surabaya.

Di Cabang Pasarturi/Pahlawan, Surabaya strategynya sangat berbeda. Karena volume kreditnya sudah sangat besar, maka permohonan kredit baru dibawah Rp 250 juta tidak saya layani lagi, kecuali nasabah lama. Mengapa ? Karena kredit diatas Rp 250 juta, persyaratannya ketat sekali.. Pertama, Laporan keuangan calon peminjam sudah diaudit oleh Akuntan publik. Kedua, jaminannya sudah dianalisa oleh perusahaan Appraisal. Jadi saya kerjanya lebih ringan,
Sedang sektor usaha yang saya utamakan adalah pinjaman kepada bisnis disektor export. Dengan strategy ini, % pertumbuhan bisa kelihatan dan mendapat penilaian Direksi.
 
Demikianlah grand strategy yang saya terpkan. Sedang strategy operasional lainnya akan diuraikan dalam penjelasan berikutnya.
Khusus mengenai pelayanan nasabah saya menerapkan strategy “Pelayanan lebih baik dari Bank Swasta”.

Karena
di dunia perbankan ada semacam ukuran keberhasilan sebagai bench mark yaitu apabila Bank BUMN bisa memberikan service yang sama bagusnya dengan Bank swasta, berarti Bank tersebut masuk kategori istimewa dan apabila pelayanannya  justru lebih baik, itu pantas disebut “excellence”.
Performance BRI Atambua
Mengingat di kota kecil Atambua adalah kota kecil, Bank hanya ada dua, BRI dan Bank NTT sehingga persaingan tidak terasa sama sekali. Tidak perlu strategy operasi macam acam. Yang penting adalah strategy bagaimana agar Kantor Cabang ini tidak rugi lagi, seperti diceritakan diatas.

Hasil strategy tersebut tanpa sengaja diketahui oleh Direksi pada sat rapat kerja Kepala Cabang se NTT di Kupang. Pada rapat tersebut mendadak kami 2 orang diminta mempresentasikan performance Cabang masing masing di 2 (dua) whiteboard yang berbeda.
Grafik Bapak Munari, Cabang Waikabubak, menggambarkan garis garis yang menurun atau merugi. Sebaliknya, gambar saya menunjukkan grafik yang untung, walau jumlah kredit baru Rp 2,5 miliar. Itulah hasil strategy baru yang saya terapkan.

Di tengah tengah sesi tanya jawab, Pak Hartono setengah bergurau mengatakan: “Direksi tidak salah mempromosikan Saudara pindah ke Cabang Kudus”, katanya. Tahun itu total pinjaman BRI Kudus relatif besar, Rp 19 miliar, meningkat 800% besarnya disbanding Cabang Atambua. Pak Hartono menambahkan “Jika performance Saudara tidak bagus, Surat Keputusan bisa diralat”, katanya dengan disambut tepuk tangan peserta Raker.

Sebelum Direksi kembali ke Jakarta, pada saat makan malam di restoran hotel Flobamora, saya mendapat kehormatan untuk duduk semeja dan berbincang langsung dengan Bapak Direktur, Kakanwil
dan Ny. Sembiring (drg), istri auditor.

Cabang Inpres yang untung
Bank BRI Cabang Atambua termasuk salah satu dalam Cabang Inpres (Instruksi Presiden) yang mendapat subsidi biaya operasional dari Pemerintah untuk membuka Kantor Cabang di daerah daerah terpencil, yang secara bisnis tidak feasible untuk menunjang pembangunan daerah. Itu diera Soeharto.

Dua Cabang tetangga di Pulau Timor juga Cabang Inpres yaitu Cabang SoE yang dipimpin oleh Pak Untung dan Cabang Kefamenanu di dipimpin Pak Ktut.
Karena statusnya sebagai Cabang Inpres, adalah konsekwensi logis apabila  Cabang Atambua yang diserah terimakan pada tanggal 23 Januari 1981 dari Sdr.   Muhamad  Tahir   Selo, dalam posisi merugi sebesar  Rp 15,5 juta.
Namun hanya dalam tahun kedua dengan Strategy yang tepat, status ini saya balik menjadi status untung, walau hanya sedikit, sebesar Rp.4,9 juta dan pada tahun berikutnya baru meningkat menjadi  Rp 44,3 juta.

Angka keuntungan ini bisa dicapai dengan Strategy baru,
merubah komposisi pinjaman. Pada saat serah terima, komposisi  antara kredit program dengan kredit non program adalah 82% : 18%, Lalu dan pada tahun kedua, komposisi ini saya rubah menjadi  59% : 41%.
Dengan konsentrasi ke kredit non program berbunga tinggi, pendapatan bunga langsung melecit, dapat menutup semua biaya operasional dan bahkan mampu mencetak laba.
Walaupun proporsi kredit program berbunga rendah (yang disubsidi Pemerintah) diperkecil, saya masih sempat melaksanakan program ketahanan pangan, memberi kredit BIMAS dan kredit Investasi (dua unit truk Mitsubishi) kepada masyarakat di Kabupaten Bobonaro, Timor Timur. Program Pemerintah tersebut mutlak harus dilaksanakan mengingat BRI adalah Agen pembangunan, Agent of development.
 
Di pintu-pintu truk sengaja saya cat logo BRI dalam ukuran besar, agar tamu tamu Luar Negeri yang datang ke Maliana bisa mengetahui bantuan Pemerintah Indonesia ke Timor Timur melalui Bank BRI.
Pemberian kredit program ke Propinsi Timor Timur ini diyakini nantinya akan menunggak, tetapi risiko tersebut sudah saya perhitungkan.
Saya memikirkan strategy khusus agar Cabang Atambua jangan sampai rugi. Saya tutup asuransi kreditnya ke P.T.Askrindo, milik pemerintah. Risiko ini nanti
akan diclaim ganti rugi ke Asuransi jika nasabah tidak membayar kembali. Untuk itu kami dengan seksama menyiapkan dokumen lengkap, agar Asuransi tidak menolaknya.
Panen jagung bersama 2 Direktur BRI
Penghargaan
Tidak hanya untung rugi yang menjadi missi Bank BRI, tetapi sebagai Agent of development ikut aktif membantu program Pemerintah termasuk program Ketahanan Pangan..
Itu yang kami lakukan pada tahun
1982. Gubernur Mben Byoy menunjuk Kabupaten Belu sebagai pelaksana program pertanian yang diberi nama Lorosae. Program ini untuk menyediakan bibit jagung, untuk digunakan sebagai bibit di seluruh kabupaten di NTT pada musim tanam berikutnya.

Untuk itu, BRI Atambua yang saya nakhodai berfungsi menyediakan modal kerja bagi petani jagung. Luar biasa, hanya dalam satu musim tanam, kredit tersebut “lunas”.
Hal ini dapat terjadi
berkat solidnya kerjasama Tim antara Pemda, Bank BRI, Dinas Pertanian dan PT. Pertani (sebagai pembeli), yang kemudian oleh PT. Pertani mendistribusikan semua jagung ke semua Kabupaten di propinsi NTT melalui pelabuhan di Atapupu.

Atas keberhasilan tersebut, Bapak Martono, Kakanwil BRI Kupang mengusulkan ke Kantor Pusat BRI agar saya diberi “ Surat Penghargaan”. Walau tidak menjadi kenyataan, saya sendiri tidak kecewa, karena penghargaan itu bukan tujuan, akan tetapi merupakan indikasi potensi diri sendiri dan menjadi modal untuk maju ke depan.
Kantor baru BRI Atambua

Pembangunan Kantor baru
Setelah menempati bangunan Kantor dan dua rumah dinas kontrakan yang panas disiang hari karena tanpa plafond, akhirnya saya membeli sebidang tanah di pinggiran Pasar Baru. Luas tanahnya cukup untuk membangun Kantor dan Rumah dinas, berdampingan. Bangunan tercantik di Atambua ini merupakan hasil karya yang akan dikenang oleh karyawan Atambua.
Gedung ini dipakai selama 30 tahun untuk kemudian dibongkar dan diganti bangunan baru yang modern pada tahun 2012/2013.

Tidak hanya itu, sebelum pindah ke Kudus, Jawa Tengah tahun 1984, sempat saya mendirikan Koperasi Karyawan. Koperasi ini kemudian saya beri kredit untuk membeli tanah untuk komplek perumahan dan dijual kepada karyawan BRI.

Performance BRI Kudus
Kota Kudus adalah kota Kabupaten, jadi relatif kecil. Namun demikian, di kota ini disesaki oleh industri dan dijejali pula oleh 8 bank, 4 bank BUMN dan 4 bank swasta. Bank BCA, Bank Niaga, Bank Rama dan Bank Jateng. Bank BNI, Bank BDN/Mandiri. Dan memang begitulah prinsip keuangan, di mana ada gula di situ ada semut, di mana bisnis berkembang, Bank Bank pasti mengikutinya.
Dampaknya, persaingan Bank sangat ketat dan saling rebut rebutan nasabah. Nasabah menjadi manja, persis kata pepatah: customers are really kings.

Untuk itu perlu strategy khusus dalam bersaing dengan Bank Bank lainnya. R
ekan rekan Kepala Cabang Bank swasta di Kudus dengan tulus mengakui bahwa pelayanan BRI memang lebih baik. Pelayanan tersebut terutama tentang kecepatan pelayanan di counter, penyelesaian inkaso ke Cabang lain, dan keberanian pemberian kredit yang lebih besar.

Oleh sebab itu jangan heran di tahun 1984 servis yang kami berikan betul betul excellence. Coba simak contoh berikut ini:
1. Di ruang tamu dengan percaya diri saya tempel  sign: “Pelayanan lebih dari 5 menit lapor Pimpinan”. Di bawahnya dipasang jam bulat. Suatu sikap yang sangat berani pada tahun 1984 yang lalu.
2. Setoran nasabah setiap hari dijemput oleh mobil dinas BRI dengan jadwal tetap atau melayani telepon nasabah untuk menjemput setoran.
3. Penyelesaian inkaso (cek atau giro Bank luar kota) melalui Cabang BRI dikota lain relatif cepat, secepat Bank swasta, karena saya memonitor secara ketat setiap harinya. Apabila sampai seminggu belum menerima hasil inkaso, saya langsung menelepon Kepala Cabang di kota lain.

Salah satu Kepala Cabang yang saya tepon ilah sahabat saya,  Gde Sukarna, Kep Cabang Banjarmasin dengan kaget dia berkata: “Saya tidak tahu kalau staf saya menahan inkaso, menunggu nasabahnya setor dulu,” jawabnya.
Nada yang sama diungkapkan oleh Operation Officer BRI Cabang Rembang, Jawa Tengah: “Pak Situmeang itu mau jadi apa, sampai ikut menangani inkaso,” jawabnya kepada staf BRI Kudus yang menanyakan penyelesaian inkaso yang relatif lambat.
Untuk mempercepat pelaynan, nasabah BRI Kudus bisa dibukakan Rekening Giro Cabang Tanjung Mas, Semarang. Distributor dan mobil mobil box dari luar kota yang memasarkan barangnya di kota Kudus bisa memi;ih pembayaran dengan cek dan bilyet giro BRI Kudus atau BRI Semarang, karena transfer inkasonya cepat, secepat Bank swasta.
Berbicara mengenai Kudus, tidak mungkin kalau tidak bersinggungan dengan Industri rokok, pabrik kertas dan percetakan PURA dan….Jenang. Denyut nadi kehidupan termasuk dunia bisnis terkait secara langsung/tidak langsung dengan bisnis tersebut.

Strategy pinjaman
Setelah mengevaluasi nasabah nasabah lama saya melihat kesetiaan ereka membayar bunga dan pokok tepat pada waktunya. Oleh sebab itu saya intensifkan memperbesar volume kreditnya. Saya yakin pasti semua akan berjalan lancar.
Kendalanya adalah, Staf pinjaman belum terbiasa dengan plafond kredit menengah/besar. Rata rata sekitar Rp 20 juta/nasabah, kecuali percetakan besar PT.Pur Baru Tama. Mereka kaget menangani kredit berplafond besar hingga ratusan juta rupiah.

Selangkah lebih maju
Stategy saya untuk menggaet nasabah Bank lain kurang mendapat dukungan dari Kantor Pusat di Jakarta. Terkadang saya melangkah lebih cepat dari Kantor Pusat yang belum bisa untuk memenuhi permintaan nasabah besar.

Contoh pertama, d
engan segala upaya saya mendekati  Pabrik Rokok Djarum untuk menjadi nasabah BRI Kudus, dan berhasil. Hanya saja mereka meminta kredit Investasi untuk impor mesin dalam valuta France Swiss. Sayang sekali, Kantor Pusat BRI tidak bisa menyediakan VALAS ini.
Dengan rasa kecewa saya menyatakan itu kepada Dirut BRI, Bpk Kamardy Arief di dalam Rapat Kerja di Semarang.

D
engan halus saya berkata: “Saya gelo BRI tidak mampu melayani Pabrik Rokok Djarum”. Sebelum berkata begitu saya bertanya kepada teman yang duduk di sebelah saya: “Apa kata halus kecewa dalam bahasa Jawa?”. Rupanya pertanyaan saya didengar oleh Bapak Dirut melalui mike dan beliau nyeletuk: “Apa bahasa Batak kecewa”, katanya, yang disambut tawa seluruh peserta rapat.
Contoh kedua, Saya berusaha menggaet Nasabah giro yaitu Kantor Kas Negara atas cukai tembakau.dari Bank BDN/Mandiri.
Instansi gemuk ini pun berhasil saya bujuk untuk menempatkan Dana raksasa Cukai itu di BRI. Kesepakatan dicapai, di mana BRI diminta memasang komputer di Kantor Bea dan Cukai yang online real time dengan komputer di BRI, sehingga diketahui saldo Rekening Giro oleh pejabat Bea dan Cukai setiap saat. Untuk merespon permintaan itu, Staf IT Kantor Pusat BRI “segera” datang ke Kudus.

Sekali lagi saya merasa gelo, permintaan Bea dan Cukai ini belum dapat dipenuhi, mengingat di tahun 1984 teknologi real time online relatif masih sulit.
Pimpinan BRI Sekeresidenan Pati, Jateng

Nasabah inti
Stategy yang lain adalah bagaimana menjaga agar Nasabh inti jangan sampai direbut oleh Bank lain. Saya terus mendekati pemilik fabrik kertas PT.Pura Baru Tama ini beserta inner circlenya.. Kami sering diajak kebaktian di Semarang dan juga bersama sama membantu masyarakat yang dilanda angin puting beliung di Desa Sampitan, kaki Gunung Merapi di Salatiga.

Hanya dengan PT.Pura Baru Tama, gaji pegawai Bank BRI setiap bulan dapat ditutupi. Jadi sangat penting dijaga karena Bank lain sering menggodanya.

P
abrik kertas PT. Pura Barutama yang mampu memproduksi uang kertas untuk salah satu negara di Afrika. Pabrik dengan mesin mesin Jerman, yang sudah berdiri sejak zaman Belanda dan diwariskan kepada Jacobus Busono ini sudah puluhan tahun menjadi nasabah inti BRI Kudus dan tidak pernah tergoda untuk berpaling ke Bank lain.

The best tree
Selama 3 tahun kepemimpinan saya, BRI
Kudus bisa mencapai  rangking ketiga dari segi keuntungan dari seluruh cabang se Jawa Tengah yaitu setelah Cabang Pati dan Semarang.
Cabang Kudus mencapai prestasi tersebut karena didukung oleh kredit di sektor industri dan perdagangan. Sedang Cabang Pati didukung oleh kredit program Pemerintah, kredit TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) untuk mensuplai pabrik pabrik gula yang ada di Kabupaten Pati.

Bapak Agus, Kepala Cabang BRI Pati merasa kehilangan, waktu saya dipromosikan menjadi Kep Cabang Pahlawan, Surabaya. Dalam sambutannya di antara teman teman para Kepala Cabang dan istr se Karesidenan Pati menyatakan: “Pak Situmeang itu merupakan teman dan saingan saya dalam arti positif” dengan senyumnya yang khas. Dia pernah kesal karena saya berhasil menggaet pabrik kacang terkenal Dwi Kelinci, yang pabriknya masuk wilayah Kabupaten Pati.

Sedang empat Cabang BRI lain di Karesiden Pati yaitu Cepu, Blora, Rembang dan Jepara merupakan cabang dengan konsentrasi kredit di sektor pertanian. Hanya cabang Jepara memiliki karakteristik khusus yaitu kredit untuk industri mebel ukir yang terkenal kualitasnya.

Akhirnya, cabang dengan peringkat ketiga di Jawa Tengah ini saya serah terimakan kepada senior saya Bapak Djumeri. Kariernya bersinar, melecit menduduki kursi Direksi Bank Industri, anak perusahaan BRI. Sayang teman olahraga saya ini berpulang akhir tahun 2006.
Perkenalan di Kanwil BRI Surabaya

Cabang Terakhir
Di suatu pagi, sebelum kantor buka, telepon rumah berdering. Di ujung telepon, suara yang tidak asing di telinga saya berkata: “Selamat Pak Situmeang, Saudara dipromosikan ke Cabang Pasar Turi, Surabaya”, katanya (Sekarang Cabang Pahlawan). Sebelum Bapak Martono, Kakanwil Semarang itu menutup teleponnya, dia tiak lupa menambahkan: “Jangan lupa nanti kalau menjadi Direktur”, kata atasan saya itu.
Telepon itu sangat mengejutkan, bahkan kalau boleh jujur jalur menuju ke kursi Direktur ? Itu tidak terlintas sama sekali dalam angan angan, karena hubungan saya dengan Kantor Pusat tidak ada yang istimewa, apalagi office politic dan golf, saya tidak pernah ikut.

Prestasi saya yang menonjol di dua Kantor Cabang hanyalah keberhasilan mengelola Kantor Cabang Atambua berasset Rp 2,5 miliar dan Cabang Kudus Rp 19 miliar. Itulah sebabnya, para nasabah BRI heran, kok saya bisa masuk Surabaya berasset Rp 391 miliar. Bahkan mereka belum pernah dengar nama saya.
Belum sempat bernapas, tiba tiba sebuah pabrik kertas besar di Surabaya pindah dari Bank Asing di Jakarta menjadi nasabah Cabang Pasar Turi dengan pinjaman Rp 96 miliar di tahun 1987.
Dengan tambahan portofolio sebesar itu, cabang ini menjadi cabang terbesar kedua setelah Kantor Cabang Khusus (KCK) BRI Jakarta.

Pekerjaan cukup repot, sibuk, di mana saya masih mencoba menata ulang semua aspek, termasuk  memerangi “mafia percaloan” kredit. Di kalangan BRI di kota Surabaya, terasa sekali ada beberapa grup pengusaha yang ikut mengatur, terutama menyangkut pinjaman.

Belum lagi transaksi Letter of Credit (L/C) yang cukup padat dan memerlukan kehati hatian, satu dan lain hal karena saya berasal dari dua Kator Cabang non devisa, yang belum berpengalaman melayani transaksi ekspor dan impor.
Cabang di kota besar mendaat tantangan yang cukup berat dari para Nasabah besar, yang sangat dekat hubungannya dengan Direksi. Suatu saat Nasabah besar tsb ingin minta kredit besar untuk fabriknya di luar kota, di kota Jember.

Dalam kunjungan tersebut, terasa sekali bahwa pabrik itu sudah disulap semalam, sebelum saya tiba, untuk mempengaruhi permohonan kreditnya. Dengan tegas, nasabah yang sangat dekat dengan seorang Direktur itu mengatakan: “Jika Bapak tidak bisa mengabulkan kredit saya, Bapak bisa saya pindah”. Dengan santai saya jawab: “Lebih baik pindah sekarang daripada pindah kemudian dengan kredit bermasalah”.
Pengalaman lain adalah penawaran ikut saham dalam perusahaan yang akan mengajukan kredit. Usaha ini mereka lakukan dengan menelepon istri saya yang masih tinggal di kota Kudus. Dengan tegas saya meminta istri saya menolak namanya dan nama anak kami menjadi pemegang saham.
Gedung BRI I Jakarta
Rupanya usaha saya memerangi mafia itu terbentur tembok. Saya belum siap masuk ke Cabang besar dan network di Kantor Pusat juga tidak punya, maka serangan mafia itu dan pengaruhnya sangat tangguh.
Untuk tidak mengganggu bisnis mereka, saya pun pindah ke Kantor Pusat pada tahun 1987. Selamatlah saya dari serangan mafia Berakhirlah jabatan saya di operasional di Kantor Cabang. Mulailah menjadi Kepala Bagian dan Wakil Kepala Urusan/Divisi, Eselon II, di Kantor Pusat dengan segala suka-dukanya.

Jabatan Struktural
Selama 8 tahun di Kantor Pusat Bank BRI, jabatan struktural yang saya duduki ada di 4 unit. Mulai dari Kabag Pembinaan BRI Unit dibantu dua orang Wakabag, Noor Rochmah dan Rulianti.

Setahun kemudian, dipromosi menjadi Wakil Kepala Urusan/Divisi BRI Unit, termasuk dalam level/Eselon II, satu level dengan Kepala Divisi, Bp. Trisulo, mantan atasan saya sebelumnya yaitu Kakanwil di Surabaya. Duduk diposisi ini cukup lama,  4  tahun, sebelum dipindah menjadi Wakil Kepala Divisi Operasional bersama Bp. Bambang Swasono sebagai Kepala Divisi di Gedung BRI II Lantai 5, sebelah Timur, langsung menghadap Universitas Atma Jaya.
Belum sempat saya berbuat banyak di Divisi Operasional, kemudian dipindah lagi ke Divisi Perencanaan dan Litbang di gedung dan lantai yang sama, tetapi menghadap ke sebelah Barat, tetap sebagai Wakil Kepala Divisi mendampingi Bp. Soesetyoadi sebagai Kepala Divisi.
Selama di Divisi baru ini, saya secara berkala berhubungan langsung dengan Direktur Bidang Perencanaan dan Litbang, Bp. Setiyoso,  Komisaris Utama BCA sampai tahun 2013.
Dihitung sejak menduduki kursi Wakil Kepala Divisi BRI Unit hingga ke Divisi Perencanaan dan Litbang tahun 1988 hingga pensiun muda tahun 1995, saya menjabat di level Eselon II cukup lama, selama 7 tahun.

 Sertifikat juara terbaik
PESERTA  TERBAIK  SESPI BANK
Sebelum ditransfer ke Divisi Operasional, pada tahun 1992, saya ditugaskan selama tiga bulan mengikuti Sekolah Staf Pimpinan Bank, angkatan VIII. SESPI BANK ini adalah Sekolah tertinggi di lingkungan Perbankan Nasional, diikuti oleh pejabat pejabat pilihan dari Bank BUMN dan Bank Swasta Nasional dan Bank Pemda.
Kami, peserta kursus sejak awal mengikuti kursus seperti biasa, tidak menyadari bahwa setiap kelas dan setiap diskusi selalu dicatat, dievaluasi dan dinilai untuk menentukan peserta terbaik. Tidak seorang peserta mengetahuinya.

Oleh sebab itu saya terkejut ketika
upacara penutupan berlangsung, saya ketemu seorang pengajar di kamar kecil dan mengatakan : “Pak, jangan kaget, Bapak menjadi juara II, katanya. Benar saja, pada acara penutupan, Pak Sutopo dan saya dipanggil ke depan dan untuk menerima sertifikat dari tangan Gubernur Bank Indonesia, Bp. Syahrir Sabirin, rekan seangkatan saya dulu di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta tahun 1968. Sungguh diluar dugaan, saya termasuk the best Banker.
Ada sedikit rasa kecewa atas pemberian Serifikat tsb karena nilai akhir nya. Dari 25 peserta saya mestinya peringkat I, karena Sdr. Sutopo, Kepala Cabang BDN Cabang Kebon Sirih, mestinya gugur, disqualified, karena dia batal ikut ke Manila dan Bangkok sebab istrinya masuk rumah sakit.
Tetapi k
arena training ini sifatnya bukan pertandingan, makanya saya menerima saja tanpa protes. Saya sangat puas bisa menjadi peserta terbaik di Kursus Calon-calon Direksi Perbankan.
Sebelum meninggalkan kursus di LPPI Kemang, Jakarta Selatan, Gubernur BI, Pak Syahrir Sabirin dengan senyum khasnya memberitahu Direktur saya yang hadir, bahwa kami adalah teman lama dulu di Fakultas Ekonomi Gama di Yogyakarta.
Keliling Indonesia
Dalam menjelankan tugas di Kantor Pusat, saya baru sempat mengunjungi 16 dari 26 provinsi, mulai dari Aceh, Sumut, Sumsel, DKI Jakarta, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTT, Kalbar, Sulsel, Sulteng, Sulut, Maluku, Papua dan Timor Timur. Tugas pokok saya adalah mengawasi BRI Unit, rekrutmen pegawai BRI Unit dan proyek komputerisasi. Pernah juga mendampingi Dirut mengadakan tes performance Kepala kepala Cabang BRI se-Jawa Timur di Surabaya.
Yang paling berkesan adalah program komputerisasi akuntansi Bank BRI ditingkat kecamatan/pedesaan, dan juga rekrutmen calon pegawai
Di
Palembang. Seorang mahasiswi semester awal yang belum pernah keluar negeri bisa berbicara bahasa Inggris dengan fasih. Kesan lain adalah rekrutmen pegawai betul betul murni tanpa mengenal titipan dan uang.
Beberapa kali mengunjungi beberapa BRI Unit di Aceh dan pernah makan sate Padang di malam hari di suatu lapangan terbuka, yang saya tahu persis ikut diterjang tsunami tahun 2004.

No comments: