Saturday, April 16, 2016

ANAK ADALAH INVESTASI, FALSAFAH BATAK



F
alsafah hidup yang telah menjadi kebudayaan suku Batak telah terbentuk dibawah alam sadar, yang diungkapkan dalam peribahasa “Anakkon hi do hamoraon di au”, yang artinya : Anak adalah Investasi bagi orangtua”. Kemudian oleh penggubah diangkat menjadi lagu daerah populer dari masa kemasa dan merasuk kedalam jiwa.

Orangtua
mengusahakan agar anak-anaknya memperoleh pendidikan yang terbaik dan tertinggi, sesuai dengan kemampuannya dengan memilih lembaga pendidikan unggulan baik di Dalam maupun di Luar negeri.


Sekolah di Amerika
Bibit dan Bobot
Kwalitas seorang anak tentu tali temali dengan bibit, bobot, kualitas orang tua (hingga ke kakek nenek dari kedua belah fihak, Bapak dan Ibu), disiplin belajar dan lingkungan pergaulan anak, yang akan menumbuhkan anak yang berkwalitas.
Anak sulung saya, Vera Maryati misalnya, SMP dan SMA selalu di sekolah Katolik dan jurusan IPA yang menjadi modal pokoknya menammatkan kuliah dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Cawang, Jakarta Timur, tempat ibunya dulu pernah kuliah.
Sedang tiga orang adik adiknya memang belum kelihatan talenta masing-masing, namun diharapkan bisa seperti ayahnya lulusan terbaik SMEA Negeri dengan nilai diatas rata rata 7 serta alumni Universitas  Gajah Mada, Yogyakarta.
Atau seperti I
bunya jebolan jurusan IPA SMAN Jambi, menjadi tempat berguru dan bertanya teman teman seangkatannya.
Sebenarnya, sebelum anak masuk Perguruan Tinggi, perlu dilakukan test minat (self direct search) untuk mengukur minat seseorang.
S
ecara psikologis dapat  dibagi dalam 6 kelompok minat: Realistic, Investigative, Artistic, Social Enterprising dan Conventional, seperti tertulis dalam Buku karangan John L. Holland Phd. Sayang waktu itu saya tidak melakukan test ini untuk anak-anak.


                                         Anak dan menantu jadi WN Amerika

Sekolah ke Amerika

Lingkungan pekerjaan, pergaulan dan derasnya arus globalisasi mempengaruhi sikap, pikiran dan keputusan yang akan kami ambil setelah bekerja di Kantor Pusat Bank BRI Jakarta selama 8 tahun.

Dalam kurun waktu itu
berinteraksi dengan 5-6 orang Consultan Harvard University, Amerika Serikat, sehingga terbukalah akses dan informasi tentang pendidikan di Amerika. Dikala itu tabungan kami cukup untuk membiayai pendidikan anak anak sebagai bentuk Investasi jangka panjang.
Disamping itu di tengah tengah tugas dinas ke mancanegara, anak dan istri diusahakan ikut untuk menambah wawasan dan percaya diri.
Di saat keluarga sedang wisata ke Amerika, secara  iseng iseng saya bertanya kepada anak kedua, Monang: “Mau sekolah di sini?, tanya saya bergurau.  Tanpa diduga ia menjawab: “Mau Papi,” katanya mantap, nampak keseriusan di wajahnya yang pendiam itu.
Tidak selang lama setelah pulang wisata, saya mendaftarkan Monang ke Lembaga pendidikan EF, English First di Gedung Bank Tamara, Jl.Jenderal Sudirman, Jakarta atas rekomendasi rekan bisnis, Bpk. Lukas Sudjandhi. Tiga orang anaknya sedang study di Negara bagian Texas, Amerika dan menggunakan jasa EF juga. Kemudian oleh EF Monang dikirimkan kursus bahasa Inggris ke kota kecil Olympia, Washington State, sebagai persiapan sebelum masuk ke College.
Sebelum melanjutkan kuliah ke College, saya juga minta rekomendasi dari teman dekat keluarga di Kudus, Dr.Lukas Soesiloputro yang anaknya, Yuke Susiloputro sedang study di Amerika.
Yuke kemudian
merekomendasikan agar Monang jangan sekolah bisnis  dikota kecil di kota Olympia dan diusulkan disekitar Los Angeles saja, karena disana ada pula Pdt. Adi Sutanto, gembala Gereja Jemaat Kristen Indonesia (JKI) di Upland yaitu cabang dari JKI Kudus, Jawa Tengah.
Setelah mendapat persetujuan melalui telpon dari Pdt Adi, berangkatlah Monang dari Washington State langsung ke rumah Bpk. Adi Sutanto di Chino city, California Selatan. Kemudian dia ditempatkan di sebuah rumah di San Bernardino city bersama mahasiswa Indonesia lainnya seperti Moesley Simatupang, Chokky, dan beberapa orang lainnya.
                                            Wisata bersama anak anak ke San Fransisco

Wisata sebelum sekolah

Namun jauh sebelum anak anak disekolahkan ke Luar Negeri, kami sengaja membawa mereka keliling dulu keberbagai Negara terutama mulai dari Asia dan kemudian ke Amerika. Di Amerika kami awali dari pantai Timur yaitu New York dan Washington DC,  termasuk Patung Lyberty, World Trade Center, WTC dan maskas besar PBB.

Dari pantai Timur kemudian kami menuju Utara sampai perbatasan Canada yaitu melihat air terjun raksasa, Niagara Fall  dengan naik kereta api pulang pergi dari Washington D.C. Dan dari stasiun Kereta Api Union Station, kami langsung ke Dulles Airport Washington naik pesawat menuju ke Orlando, Florida dibagian Selatan.
 
 
Sopir taksi yang membawa kami bingung dan bertanya: “Mengapa kalian tidak naik pesawat langsung dari Niagara ke Orlando,” katanya, yang saya jawab: “Memang kami ingin melihat kota-kota kecil dalam perjalanan dengan kereta api”
Di Florida, tujuan pertama adalah Orlando yang dipenuhi oleh wisatawan asing maupun lokal. Baru kami tahu, ternyata warga Amerika sendiri masih banyak yang baru pertama sekali mengunjungi Orlando maupun Kennedy Space Center, stasiun pesawat ulang alik yang sering kita saksikan di T.V
Sebelum kembali ke Jakarta,  di Olympia city, Washington State, kami membuka account di Bank lokal dengan travel cek American Express Bank sebesar US$ 30,000.00 untuk keperluan kuliah dan biaya hidup Monang setahun.
 
Rupanya perut Monang sering mencret, belum mau kompromi dengan menu Amerika. Disamping itu, sebagian uangnya dipakai juga untuk Investasi, membeli sepeda gunung merk Cannondale yang memang diperlukan pulang pergi dari asrama ke tempat kursus atau bepergian ke sekitar kampus. Sampai awal tahun 2008 sepeda ini masih bagus dan masih saya pakai di kota Al Habra, California Selatan.  
Itulah awal kisah mengapa anak anak sekolah ke Amerika dengan segala kelebihan, kekurangan dan permasalahannya. 
                                                    Mengunjungi anak di California
.Pendidikan Gratis di Amerika
Setelah Monang merambah jalan ke Amerika, tidak lama kemudian disusul oleh adiknya Peggy, tetapi tidak perlu lagi persiapan kursus bahasa, karena sudah kursus di LIA Jakarta dan langsung masuk ke kelas 2 di Senior High Scchool yang betul betul gratis.

Biarpun
Warga Negara asing, tidak dipungut biaya, walaupun tidak mendapat Bea Siswa. Belum lagi ditambah dengan fasilitas lain seperti Bus antar jemput warna kuning,  makan siang gratis dan perpustakaan. Berarti anak anak tinggal membawa buku dan alat tulis.
Dengan demikian, pajak besar yang dibayar oleh warga negara AS, dinikmati juga oleh Warga Negara asing, anak anak Imigran gelap dan Warga Negara Asing lainnya yang tinggal di AS. Tahun berikutnya adiknya Pahala datang kemudian dan mulai dari kelas 1.
Karena tidak dipungut biaya sekolah di High School, maka di tahun pertama dan kedua transfer uang untuk bertiga relatif cukup ringan, karena baru Monang yang perlu uang kuliah yang relative mahal. Bahkan Peggy sendiri pernah kost tinggal sekamar bertiga dengan anak Pak Epi, asal Bandung, dengan hanya membayar US$ 200/bulan atau Rp 400.000.
Tuan rumah menerima
dengan senang hati, karena merasa terbantu ikut membayar bills listrik telpon dll. Jika dihitung degan kurs
Rp 2.000,
hanya sebesar Rp 400.000,-/bulan, tidak jauh berbeda dengan uang kost di Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Memang beberapa bulan pertama tinggal di AS, banyak menemui kendala seperti penyesuaian diri, mulai dari bahasa, pelajaran, makanan, cuaca, lalu lintas, mengelola keuangan, lingkungan pergaulan, sifat cuek siswa dan masih banyak lagi.
S
ampai sampai Pahala meminta pulang saja ke Jakarta. Untung, kakaknya Peggy yang datang setahun sebelumnya memberikan saran agar bertahan di AS.
Akhirnya dia mau bertahan sampai lulus High School dan bahkan melanjutkan ke College.
Baru setelah mereka bertiga mulai kuliah, baru terasa biaya yang relatif mahal dibanding dengan Indonesia. Thanks God,  perusahaan kami, PT. Monang Brothers mampu menanggung biaya hidup dan biaya kuliah mereka, jadi bukan lagi dari gaji saya di Bank BRI.

Bagus juga strategy warga AS, b
iaya kuliah yang mahal itu disiasati dengan menabung (selama anak anak masih di Sekolah Dasar sampai High School yang gratis). Mereka ikut asuransi pendidikan, financial plan, memanfaatkan kredit dari Bank atau beasiswa yang disediakan oleh berbagai lembaga di sana.

                                             Depan rumah anak di La Habra city
 
Maka dari itu, tidak heran, setelah lulus High School merupakan sebuah event istimewa, gisebut pesta Prompt, siswa datang berpasang-pasangan sebagai acara perpisahan. Dan juga merupakan acara rasa syukur, anak mandiri, meninggalkan rumah orang tua, karena dengan ijazah High School saja dapat mulai bekerja.

Pencapaian Nilai
Sebagai orang tua saya bangga atas kemampuan anak anak dengan dengan latar belakang Sekolah di Jakarta, mampu mendapatkan nilai GPA lumayan. Mereka menghadapi dua tingkat kesulitan yaitu  belajar ilmunya sendiri dan memahami bahasanya.
Dengan tekun Monang bisa mengumpulkan kredit 188,57 dari Santa Monica College dan Chaffey College, hanya tinggal beberapa unit  bisa mencapai S1.
Demikian juga dengan Peggy, yang semula ingin mengambil jurusan Broadcasting, tapi saya yang mencegahnya dengan mengatakan :” Ambil jurusan Marketing saja”. Lalu saya berkata lagi :” Profesi broadcasting di Indonesia tergolong baru dan broadcasting itu hanya salah satu aspek Marketing Mix, selain Poducts, Price dan Placement”, Diapun menurut saja.

Ternyata kemudian saya yang salah, jika saja saya ikut pilihannya, mungkin dia bisa menjadi spesialis Broadcasting disalah satu stasiun T.V di Jakarta daripada menunggu lulus S1 Marketing.
T
api bagaimanapun juga, dengan background pendidikannya dia bersyukur dapat pekerjaan yang layak di Jakarta.
Peggy cukup tekun bisa mengumpulkan kredit dari San Bernadino Valley College dan UCLA, University of California di LA dan dalam suratnya berikut ini dia berjanji akan berusaha mendapat rata-rata GPA 2,5 atau lebih.
Rancho, 4/27/97
Dear Mom & Dad,
Here is my classes that I planed to take on summer in UCLA: money and banking 4 units, business law  4 units, tax  principles and policy 4 units: 12 units x $ 150: $ 1,800 + enrollment fee $ 260 + I.20 $ 275 + parking (3 months) $ 60. Total fee $ 2,395.
I just changed my car battery using Robert’s credit card for $ 50, please add it to the amount due May 12, 1997.
I know it’s really a lots of money. I promise to both of you, I’ll get the GPA 2.5 or higher (of course I get the help from the power of our God) and your pray.
I really appreciate it Mom and Dad. You just don’t know how thankfull I’m having a parents with a blessing from God. Thank you.
I really look forward to see both of you in June, because I’ll graduate from my AA degree on June 6th ’97 (same with your birthday, Mom). I know you couldn’t make it when I wear my “Toga” on my highschool graduation, but hopefully you could see me walk with the class on my AA degree graduation this June.

Love you both. Peggy Situmeang

Pahala lain lagi ceritanya, sifat dia yang cepat  mandiri, cukup telaten mengurus sendiri kuliahnya tanpa bantuan saya sampai dia pulang ke Indonesia. Setelah mendapat prioritas AA graduation, memakai toga hitamnya, padahal masih kurang satu mata kuliah lagi yaitu US History yang akan diselesaikannya kemudian di Chaffey College di Rancho Cucamonga.
Dengan latar belakang pendidikan luar, akhirnya mereka diterima bekerja di lingkungan Internasional, mulai dari Peggy menjadi sekretaris warga Singapura di Sekolah Internasional PSKD Mandiri di Menteng dan Abbalove, lembaga Gereja asing dan terakhir di Mining company.

S
edang Pahala semula sebagai Staf membantu ekspatriat di Manajemen Gajah Mada Plaza Building, sebelum pindah jadi manager di Cibubur Junction. Dia bekerja keras, jujur dan setia sehingga dipercaya duduk dikursi No. 1, Direktur di Mal Cibubur Junction, diusia 35 tahun.
Adapun
Monang cukup lama bekerja di National Bank di Costa Mesta, California Selatan, AS, dengan standar penghasilan setempat, sesuai statusnya sebagai Permanent Resident yang didampingi istrinya, Sarah Halim, warga American, lulsan Master Nutricion dari Lomalinda University.
                                                    Mobil anak di Los Angeles
Anggaran Pendidikan
Sebenarnya biaya kuliah di College, relatif tidak terlalu mahal, hanya US.$.1.800,-/triwulan, sekitar Rp 3.600.000,- perorang untuk 16 unit. Disamping itu ada biaya enrollment fee $ 260, visa student/I.20 sebesar $ 275, parkir $ 60 pertriwulan, sewa apartemen US$ 750 (dua kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur dan garasi), diluar biaya makan.
Namun semenjak tahun 1997 saat kurs dollar merangkak naik, anggaran pendidikan mereka bertiga pun otomatis ikut melambung, mencapai Rp 8,5 – 10 juta per bulan, dengan kurs ± Rp 2.400,-/$ . Berarti  anggaran pendidikan setahun mencapai sekitar US$ 49.775 jauh lebih tinggi dibanding dengan tahun tahun sebelumnya.
Sedangkan  biaya lain juga tidak terlalu mahal, seperti uang saku, bensin dan pemeliharaan mobil, cukup mengantongi $ 400 - $ 600 per bulan. Disamping itu ada biaya bersama antara US$ 380 – 550 per bulan untuk utilities (listrik, gas, telepon), kabel TV dan angsuran TV).
 
Jika bill telepon  membengkak, dengan kesadaran sendiri si pengguna akan mengenali nomor yang didial dan dengan sadar akan menanggung pembayarannya. Kami di Jakarta selalu siap-siap jika sewaktu-waktu ada permintaan khusus seperti ganti aki, pasang AC, pengecatan mobil, bahkan pernah sampai ganti tiang listrik yang roboh karena aksiden.
Khusus untuk mengantisipasi aksiden seperti ini, ketiga mobil diasuransikan dengan membayar premi dengan angsuran bulanan.
Untuk mengatur pembagian uang, setiap mentransfer, selalu saya kirim Faksimile rincian biaya sampai mendetail untuk setiap anak dan semua saya transfer ke Rekening Monang. Kemudian akan mendistribusikan kepada dua adiknya. Jadi anak anak sudah terbiasa mengenal rincian Anggaran biaya sejak lama.
Yang justru terlupakan adalah anggaran khusus untuk Peggy sebagai wanita seperti bedak, lipstick dan sejenisnya, sampai teman-temannya berkomentar: “Peggy, enak sekali, kalau perlu uang tinggal telepon,” katanya, melihat Peggy kadang-kadang telepon meminta kiriman $100 - $200. Pahala pernah bergurau kepada saya : “Kalau Peggy yang minta, Papi pasti kasih,” katanya sedikit iri.
Sebenarnya, setelah saya perhatikan file yang ada pada saya, rincian anggaran masing-masing tidak jauh berbeda, kecuali permintaan anggaran Peggy untuk beli buku dan tuition fee, uang sekolah. Itupun tidak otomatis kami kirim, tetapi minta difax dulu daftar nama buku dan mata kuliah yang akan diambil. Bahkan kami pernah diajak membeli buku di toko buku San Bernadino Valley College, sehingga tahu persis penggunaan dananya.
                                                 Naik KA bersama anak2 ke Niagara fall
Stay or Go
Ada masa pasang dan ada pula masa surut yang dimulai awal tahun 1998 dimana kami dan anak anak  dihadapkan pada situasi pilihan,  tetap tinggal bekerja di AS atau pulang ke Tanah (Stay or Go).
Pada
saat itu PT. Monang Brothers sebagai sumber dana anggaran pendidikan tutup, stop beroperasi, diterjang tsunami krisis ekonomi yang maha dahsyat.

D
an itulah periode terakhir kami mentransfer uang ke AS. Setelah itu anak anak mulai bekerja dan kuliah pun nyaris berhenti, walau ada keringanan uang sekolah untuk mahasiswa dari negara negara Asia yang dilanda krisis ekonomi.
Dan  apartemenpun terpaksa  ditinggalkan dan mereka tinggal sementara di mess Gereja JKI, di Pomona, ditempat mana Monang tetap setia melayani sampai sekitar tahun 2009.
Untuk sementara Monang bekerja di Gas Station, Peggy di toko, sedang Pahala bekerja di gudang minuman. Suatu ketika  bosnya Pahala  bingung ketika habis bekerja dia dijemput oleh Abangnya dengan naik Mercy hitam. Pahala menjelaskan: “Kami bekerja karena terjadi krisis di Indonesia!”, yang diikuti tanda mengerti dari bosnya.
Akhirnya kami menawarkan dua pilihan, Stay or Go, tetap bekerja di Amerika atau pulang ke Indonesia, karena tujuan ke AS bukan untuk bekerja tetapi untuk sekolah.
Sama
seperti Bapak saya dulu ditahun 1962 waktu melepas kepergian saya ke Jawa berpesan : “Kalau kami tidak sanggup mengirim uang, kau harus bersedia pulang!”, katanya minta pengertian saya.

Saya menawarkan alternative memilih tetap tinggal, bisa menjual Mercy $15,000 dan diganti mobil merek lain senilai $10,000, dan sisanya untuk membayar uang kuliah sampai selesai S1 atau memilih pulang dan hasil penjualan mobil bisa ditabung di Jakarta dengan suku bunga 60% per tahun waktu itu.
                                                       Di Bandara Dulles, Washington DC

Dalam situasi psikologis anak anak yang sudah biasa hidup tenang, full time student, dihadapkan pada pilihan sulit ini, akhirnya mereka memilih pulang dan kuliah dan menyelesaikan studi S2 di Jakarta.

B
aru setelah wisuda S2, Monang dan istrinya Sarah memilih kembali ke AS karena merasa lebih cocok tinggal, bekerja, kuliah  dengan lingkungan dan budaya AS, sedang Peggy dan Pahala memilih tinggal di Jakarta.












No comments: